Celoteh anak desa
Atas nama cinta: Pacaran, Kemesraan, Pegangan, Ciuman, Pelukan dan perzinaan hingga kehamilan yang “ilegal”….
Itulah tahapan “cinta” yang kerap muncul saat ini, dan inilah hal yang paling tidak saya inginkan, apalagi di tanah kelahiran saya. Dalam satu minggu ini, dua remaja telah bukan hanya kehilangan kehormatannya, tapi sudah berbadan dua dengan jalan ilegal alias hamil tanpa ikatan yang sah, pernikahan. Dan sore ini, pertama kali saya mendengar seorang santri mengorbankan pendidikan agamanya—mondok—demi mengejar peraturan boleh berpacaran di kehidupan yang bebas.
Mungkin untuk daerah-daerah yang katanya metropolitan dan modern, seks pra nikah dan kehamilan diluar niakah bukanlah isu baru. Bahkan, bisa dikatakan sebagai sebuah budaya anyar dalam dunia remaja. buktinya, sekitar 60% remaja kota sudah “tanpa mahkota” lagi (http://senyawa-kimia.blogspot.com/2010/02/astaghfirullah-63-remaja-indonesia.html). Seakan-akan no sex no love! (menyedihkan!) Akan tetapi, isu-isu seperti ini adalah suatu hal baru di daerah saya yang kata orang daerah yang “ndeso”. Baru sekarang saja muncul kasus remaja hamil di luar nikah.
Hal ini tidak terlepas dari merebaknya HP sebagai media komunikasi yang paling banyak memberikan kesempatan masyarakat untuk berkomunikasi dengan siapapun. Ketika HP yang awalnya adalah sebuah alat bantu untuk kelancaran kehidupan yang lebih baik, sekarang seakan menjadi kebutuhan baru yang harus terpenuhi dan dimiliki.
Ketika beberapa tahun yang lalu, saat di daerah saya HP adalah barang berharga yang hanya bisa dimiliki oleh mereka yang berduit, kasus-kasus seks pra nikah, perselingkuhan, hamil di luar nikah sangat amat jarang terjadi, meski tidak dipungkiri itu ada walau hanya 1 banding 1000. Hal ini wajar, karena ketika masa tanpa HP ini terjadi, masyarakat—remaja khususnya—sangat sulit untuk bisa berkomunikasi dan berhubungan dengan yang lain. Jika adapun hanya terjadi dalam dengan orang dalam satu lingkup saja dan dalam waktu tertentu saja. Komunikasi mereka tidak terbangun dengan baik saat itu, hingga jalan untuk menuju hal-hal seperti pacaran atau TTM (teman tapi mesrah) sangatlah susah.
Hal ini sangat berbeda dengan keadaan saat ini, ketika HP menjadi hal biasa yang siapapun bisa memegangnya. Seks pranikah, perselingkuhan, dan hamil secara “ilegal” sudah mulai menjadi bahan gosip harian di pinggir jalan. Ini berawal dari begitu gampangnya orang membangun komunikasi. Mau makan, orang bisa bisa berkomunikasi dengan hanya cari kontak dan tinggal panggil saja; mau tidur, tidak afdol rasanya sebelum mengirim “met tidur yah, mimpi indah…”, dan mau apapun bisa berkomunikasi. Akhirnya, karena komunikasi begitu gampang, dengan tanpa dasar prinsip yang kuat, sebuah hubunganpun dengan gampangnya bisa terbangun. Mulai dari sekedar teman smsan saja, lalu berubah menjadi “sahabat”, dari sahabat statusnya naik lagi menjadi teman kencan, lalu pacaran. Dan ketika sudah sampai pada tahap pacaran, seakan tidak terbukti cinta mereka jika tanpa pegangan, lalu menjadi kurang terbukti jika tanpa sebuah ciuman serta pelukan, dan akhirnya sampai pada titik puncak “mengikhlaskan kehormatan” sebagai tanda bukti “kebadian dan ketulusan cinta sejati” mereka (preettt!!!). Innalillahiwainnailaihiroji’unwana’udubillahimindzalik…
Menyedihkan dan mengenaskan. Masyarakat hukum, masyarakat islami, masyarakat beradab, masyarakat berakhlak, kini hanya menjadi sebuah pelajaran kelas saja, tanpa bukti real dalam kehidupan nyata. Mereka mulai terjebak dalam jurang hedonisme, dan membiarkan diri mereka terseret “gelombang cinta” tanpa ikatan prinsip yang kuat.
Semoga hal ini tidak berkelangsungan. Cukup ini saja. Jangan ada korban lagi yang mengatas namakan “cinta”.
(Tapi bagaimana caranya? Bisakah ini terhenti? Atau malah mungkinkah ini berhenti? Semoga saja…)
Sumenep, 17 Januari 2011
__________________________________________
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ ، فَقَدْ أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Apabila zina dan riba telah nampak di suatu kampung, maka sungguh mereka telah menghalalkan diri-diri mereka (ditimpa) adzab Allah ‘Azza wa Jalla. (HR At-Thabrani, Al-Hakim, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari Ibnu Abbas. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Al-Bani dalam Shahihul Jami’ nomor 679, dan dishahihkan Adz-Dzahabi dalam At-Talkhish).
No comments:
Post a Comment