Sedikit mengangkat isu lama, pacaran (dalam artian pacaran yang dipenuhi kemesraan, sebagaimana perspektif remaja masa kini, bukan definisi konsepsional).
Sudah sangat banyak pembicaraan tentang hal yang satu ini, entah dalam forum, tulisan, atau bahkan penelitian. Apa lagi ketika membicarakan tentang pandangan hukum islam terhadap hal yang sangat menarik ini, sudah menggunung artikel dan buku yang mengangkatnya. Dan seperti biasa, selalu saja ada kontroversi, ada pro ada kontra, ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Biasalah, yang namanya pendapat, pasti selalu ada perbedaan.
Yang menarik, dari perdebatan-perdebatan itu, lalu muncullah istilah pacaran Islami. Pacaran yang katanya tidak
melanggar hukum Islam, berjalan dalam koridor syari’at islam. Entah benar atau tidak, yang pasti hal ini sudah lama sedikit menggelitik saya.
melanggar hukum Islam, berjalan dalam koridor syari’at islam. Entah benar atau tidak, yang pasti hal ini sudah lama sedikit menggelitik saya.
Pacaran yang islami. Hmmm… sebenarnya, bingung saya memikirkannya. Bagaimana ya konsepnya? Tapi, biar tidak bingung semua, coba tak bahas dari yang mendasari kebingungan saya dulu.
Pertama, pacaran disini saya batasi pada proses saling penumpahan perasaan antara dua insan (cowok cewek pastinya). Selama ini, setidaknya sepengetahuan saya, proses ini selalu saja diiringi dengan “tindakan menyayangi”, mulai dari pandangan, belaian, kecupan, dan pelukan (semoga pengetahuan saya ini salah). Sehingga saya melihat, seakan-akan, kurang afdol jika kita hanya pacaran tidak disertai “tidakan menyayangi” tersebut.
Di lain hal, Islam sangat menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya. Dalam Surat An-Nur Ayat 30-31 mengatakan :
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, ….”
Dari ayat tersebut, dua hal yang saya garis bawahi adalah laki-laki dan perempuah haruslah menahan pandangan dan menjaga kemaluannya. Dengan kata lain, Islam melarang laki-laki dan perempuan untuk saling berpandangan lebih-lebih perzinahan.
Kemudian, dalam hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda “Sesungguhnya ditusuknya kepala salah seorang di antara kamu dengan jarum besi itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (HR Thabrani dan Baihaqi). Dengan kata lain, haram hukumnya bersentuhan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya.
Lalu, hadits lain menyatakan “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan. (Riwayat Ahmad). Hadits ini menunjukkan dilarangnya berduaan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang bukan muhrimnya.
Kemudian, Rasulullah SAW dalam hadits Abu Hurairah RA bersabda:
“Telah ditulis bagi setiap Bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah(lisan) zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara kalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang membenarkan atau mendustakan.”
Hadits ini menunjukkan bahwa memandang wanita yang tidak halal untuk dipandang meskipun tanpa syahwat adalah zina mata. Mendengar ucapan wanita (selain istri) dalam bentuk menikmati adalah zina telinga. Berbicara dengan wanita (selain istrinya) dalam bentuk menikmati atau menggoda dan merayunya adalah zina lisan. Menyentuh wanita yang tidak dihalalkan untuk disentuh baik dengan memegang atau yang lainnya adalah zina tangan. Mengayunkan langkah menuju wanita yang menarik hatinya atau menuju tempat perzinaan adalah zina kaki. Sementara kalbu berkeinginan dan mengangan-angankan wanita yang memikatnya, maka itulah zina kalbu. Kemudian boleh jadi kemaluannya mengikuti dengan melakukan perzinaan yang berarti kemaluannya telah membenarkan; atau dia selamat dari zina kemaluan yang berarti kemaluannya telah mendustakan. (Lihat Syarah Riyadhus Shalihin, syarah hadits no. 16 22)
Dan Al-Qur’an secara tegas menyatakan:
“Dan janganlah kalian mendekati perbuatan zina, sesungguhnya itu adalah perbuatan nista dan sejelek-jelek jalan.” (Al-Isra`: 32)
Jika dilihat dari ulasan di atas, saya kemudian dapat menyimpulkan bahwa pacaran yang Islami adalah pacaran tapi tidak berduaan; pacaran tapi tidak berpandangan; pacaran tapi tidak bersentuhan; pacaran tapi tidak menggebukan perasaan; pacaran tapi tidak berpegangan; pacaran tapi tidak berrangkulan; pacaran tapi tidak cipika-cipikian dan tidak bersemaraan….
Wah,, kok mengerikan gitu ya? Entar jadi gak kerasa pacaran la’an? (kata sahabat-sahabat saya :-)
Note:
TIDAK UNTUK DIJUAL
No comments:
Post a Comment