Video of the day

Search This Blog

Wednesday, June 22, 2011

Peter Beyer: Globalisai, Agama, Partikularisme dan Universalisme

Peter Beyer melihat globalisasi sebagai sebuah situasi dimana “orang-orang, budaya, masyarakat, peradaban yang awalnya lebih atau sedikit tertutup, kini menjadi sangat bahkan amat terbuka.” (Beyer, 1994). Globalisasi memiliki dua efek yang kontradiktif. Satu sisi, globalisais meningkatkan bahaya perselisihan antara budaya yang berbeda--sekarng ditemukan perselisihan antara budaya yang sama-- yang mungkin saling salah paham atau saling bermusuhan. Di sisi lain, meningkatnya hubungan antara budaya-budaya dan agama-agama bisa mengurangi perbedaan antara mereka yang berarti mungkin bisa mengurangi konflik antara mereka.

Masyarakat global dicirikan dengan sebuah perselisihan antara partikularisme dan universalisme. Partikularisme adalah penekanan karakteristik yang berbeda dari kelompok tertentu. Perbedaan ini bisa nasional, regional, budaya atau agama. Universalisme adalah penekanan terhadap kesamaan antara orang-orang atau masyarakat atau nilai-nilai yang dilahirkan dari diri kemanusiaan mereka secara umum. Dalam kondisi seperti ini agama bisa mengambil salah satu aturan:

  1. Agama bisa mengambil peran yang relatif marjinal dalam masyarakat global. Tidak bisa memberikan seperangkat nilai yang menyeluruh dan keyakinan yang bisa dipeluk oleh semua anggota masyarakat, ia (agama) mungkin menurun ke dalam peran yang terbatas dan diprivatisasi. Menurut Beyer, globalisasi mengarah pada dunia yang didominasi oleh sub-sistem khusus. Dia menyatakan, “begitulah, misalnya, ekonomi kapitalis berjalan demi uang, sistem politik global demi kekuatan birokrasi, sistem keilmuan demi kebenaran yang bisa diverifikasi.” Semua sistem adalah instrumental dalam pengembangan efisiensi dan akhir pencapaian yang rasional.

    Tidak ada peran pasti untuk agama sebagai sebuah sub-sistem masyarakat global. Ketika ritual keagamaan digunakan karena dilihat sebagai hal yang penting untuk keberhasilan panen, untuk kesehatan yang baik atau keberhasilah meliter, ini tidak lagi terjadi. Tanpa sebuah peran global, agama cendrung dibiarkan hanya untuk urusan pribadi seperti ketika berbicara tentang makna kehidupan. Ketika agama masuk ke jalan ini, ia kehilangan peran publiknya dan “privatisasi agama terus berkembang dalam berbagai arah pluralistik di berbagai kemungkinan agama. Tiap orang memilih agama sekte, kultus, deniminasi atau agama utama yang ingin mereka ikuti.Akan tetapi, agama pasti tidak aka jatuh dalam lingkup pribadi.
  2. Sub-sistem utama modernitas dan globalisasi menciptakan banyak masalah. Ekonomi global, ilmu pengetahuan global dan sistem politik global, menawarkan sedikit jalan untuk identitas individu dan kelompok sosial. Identitas cenderung merelatifkan : orang-orang kekurangan merasakan kepribadian yang sangat kuat tentang siapa mereka. Mereka mungkin memiliki sejumlah peran terpisah (seperti peran pekerjaan dan keluarga) tapi tidak ada sumber identitas peran pribadi bagi mereka. Lebih-lebih, dalam sebuah dunia yang plural, dimana budaya dan agama yang berbeda hidup berdampingan dan saling meningkatkan hubungan satu sama lain, menjadi sulit untuk memutuskan budaya mana yang lebih baik dari yang lainnya.

    Agama bisa mengambil satu peran penting menyangkut masalah-masalah ini. Individu-individu dan kelompok sosial bisa menggunakan agama sebagai pusat sumber identitas. Mereka bisa menggunakan agama untuk menegaskan kembali kelebihan mereka dari yang lain. Mereka bisa menggunakan afiliasi agama untuk menggerakkan kelompok untuk mencari kekuatan dan pengaruh dalam satu masyarakat global dimana mereka merasa termarjinalkan dan terabaikan. Sangat sering agama-agama yang menyatakan bahwa perbedaan partikuler erat kaitannya dengan nasionalisme. Dengan demikian, menurut Beyer, Israel, Iran, India dan Jepang semuanya adalah contoh negara-negara dimana agama konservatif atau fundamentalis telah menyatu dengan nasionalisme.
  3. Pilihan ke tiga bagi agama untuk mengusahakan sebuah pendekatan universal. Beyer menyebutnya pilihan liberal. Dalam hal ini agama berusaha untuk lebih menyeluruh—yaitu mencoba menyatukan kepercayan-kepercayaan yang berbeda. Bukan menekankan perbedaan, melainkan menekankan nilai-nilai dan kepercayaan umum yang, atau seharusnya, disebarkan secara global. Contoh-contoh kepercayaan seperti itu bisa menjadi kepercayaan dalam HAM universal atau dalam konsepsi keadilan sosial. Beyer melihat teologi liberal sebagai sebuah contoh yang bagus dalam perkembangan semacam ini. Walaupun berdasar pada ajaran Katolik, kepentingannya adalah se-politis agama, dengan perhatiannya terhadap kemeralatan kelompok-kelompok yang dirugikan di Amerika Latin. Memang, banyak masalah-masalah kemiskinan bisa dikaitkan dengan penyelenggalaan operasi sistem kapitalis. Contoh lain pendekatan universal adalah environmentalisme agama dimana kelompok-kelompok agama yang berbeda bisa disatukan dengan mencoba menyelamatkan apa yang dianggap sebagai bumi ciptaan ilahi.
Beyer menyimpulkan bahwa globalisasi tidak akan mengarah pada kematian agama. Akan tetapi, ia membatasi pengaruhnya. Ia tidak lagi penting untuk sub-sistem yang kuat seperti ekonomi global, sistem politik dan ilmu pengetahuan. Akan tetapi, ia tetap penting untuk sistem komunikasi, ia lebih bisa berusaha keras untuk mempengaruhi keadaan daripada menciptakannya. Misalnya, Beyer menyatakan bahwa :

Dengan isu kedamaian dan keadilan, banyak agamawan dan organisasi keagamaan akan sangat diikut sertakan dalam masalah-masalah; tapi solusi yang ditawarkan akan bersifat politis, pendidikan, ilmiah, ekonomis, dan medis – berasusmsi, pastinya, bahwa sistem global tidak runtuh bersama dengan lingkungan biologisnya.

Beyer, 1994, halaman 222

No comments:

Post a Comment

About Me