(sebuah catatan kuliah)
Jum’at (11/06) sore saya dan beberapa teman mengikuti jam tambahan mata kuliah Teaching English as Foreign Language (TEFL) selama dua jaman sejak jam setengah tigaan sampai hampir setengah lima bertempat di Gedung B Fakultas Tarbiyah.
Tidak banyak yang saya dapat kali ini, karena memang tanpa persiapan sama sekali; tak ada satupun literatur yang saya baca sebelum duduk di kelas. Akan tetapi, Suggestopedia menjadi perhatian saya waktu itu, karena sang penemu mengklaim bahwa metode ini dapat mengajarkan bahasa 2-5 kali lebih cepat daripada metode biasa.
Suggestopedia pertama kali diusulkan oleh salah seorang edukator asal
"Tujuan dari metode ini adalam menghilangkan asumsi negatif siswa yang sudah mapan (lihat Lozanov, 1978, hal. 252 dalam guruindo.blogspot.com). Asumsi negatif di sini adalah lingkungan yang dapat menurunkan minat maupun kepercayaan siswa untuk mempelajari bahasa. Misalnya, “ah bahasa Inggris itu sulit”, atau “belajar bahasa itu membosankan”, dan lain sebagainya. Asumsi-asumsi ini akan membatasi potensi manusia. (guruindo.blogspot.com)
Pertama adalah bahwa siswa harus memiliki kepercayaan terhadap guru. Hal ini penting, karena dalam memberikan sebuah sugesti (baca: pengetahuan) maka yang disugesti harus percaya bahwa itu benar. Ketika sang guru berkata “belajar bahasa Inggris itu mudah”, maka timbul semangat dalam diri siswa untuk mempelajarinya, karena mereka percaya bahwa belajar bahasa Inggris itu memang mudah. Akan tetapi, di sini tidak berarti bahwa guru menjadi otoriter.
Kedua, guru harus selalu memberikan sugesti positif. Di sini tujuannya seperti yang saya kutip di atas, bahwa sugesti atau asumsi negatif akan membatasi potensi siswa dan dengan membangun sugesti positif untuk menggantikan sugesti negatif itu, akan memaksimalkan potensi siswa yang ada.
Salah satu contoh kecil dari sugesti positif adalah dengan tidak menyalahkan secara langsung sang murid ketika melakukan koreksi. Menurut Pak Udin, koreksilah dengan halus dan bertahap tanpa menyalahkan sang siswa, karena menurut beliau, kesalahan ada bukan untuk disalahkan tapi untuk dituntun menjadi benar.
Contoh lain dari sugesti positif adalah dengan membangun lingkungan yang membuat siswa nyaman selama proses pembelajaran. Kelas yang sejuk, tenang, bersih, kursi yang empuk, dinding yang bergambar dan bertuliskan kalimat-kalimat motivasi, dan juga guru yang tidak menakutkan. (kata mas Farid, teman kelas saya, kalau kondisi kelas kita gitu, bisa-bisa semuanya pada ngiler ketiduran!!!)
Dan juga, metode ini percaya, bahwa siswa akan lebih baik dalam proses pembelajaran jika mereka belajar secara tidak sadar. Saya tidak begitu paham dengan poin yang satu ini, hanya saja jika saya kaitkan dengan research di guruindo.blogspot.com tentang penggunaan Suggestopedia di kelas, mungkin ada kaitannya dengan penggunaan musik klasik selama proses pembelajaran. Karena menurut penelitian, otak akan berfungsi maksimal ketika berada dalam kondisi Alpha. Dan musik klasik, disebut-sebut bisa membawa otak kita dalam kondisi tersebut. (guruindo.blogspot.com)
Selain itu, siswa juga perlu menggunakan identitas baru, siswa disuruh membayangkan menjadi seseorang di luar diri mereka. Hal ini penting dilakukan, karena metode ini percaya bahwa peran fiktif mereka akan membebaskan mereka dari permasalahan dunia nyata mereka. (guruindo.blogspot.com)
Dari poin-poin di atas, saya menagkap bahwa poin utama dari metode ini adalah bagaimana menjadikan siswa memiliki interest untuk mempelajari bahasa target dengan membangun kepercayaan mereka terhadap pembelajaran bahasa maupun san guru dan membangun kondisi yang nyaman dan aman, baik dalam diri ataupun di luar siswa itu sendiri.
No comments:
Post a Comment