PENDAHULUAN
Radio merupakan salah satu media massa yang jangkauannya paling luas di muka bumi. Dengan ciri khas utamanya yang bersifat auditif, radio mampu menjadi media massa yang menarik bagi siapa saja. Kepraktisan dan keanekaragaman program siarannya menjadikan radio sebagai media paling populer dalam sejarah. Popularitasnya kian kuat ketika radio memasuki wilayah jurnalistik dengan menyajikan berita.
Adapun orang-orang yang berjasa dalam membesarkan dan membuat radio bertahan dalam ketatnya persaingan antar media massa adalah mereka yang terlibat dalam dunia penyiaran radio yang disebut "orang-orang broadcast". Ujung tombaknya adalah para penyiar. Penyiarlah yang mampu menghidupkan siaran radio sehingga menarik, memukau, dan berdampak. Mereka terus bekerja dan berpikir untuk kemajuan dunia radio siaran dan memuaskan publik pendengarnya.
Oleh karena itu, pada makalah ini penulis membahas tentang peran penyiar terhadap eksistensi sebuah radio. Karena merekalah orang-orang yang mampu membuat radio lebih perkasa di antara media massa-media massa yang lain. Dengan segala kemampuan dan kecakapan yang mereka miliki, para penyiar terus berusaha menghidupkan radio di antara para pendengarnya.
.
A. Penyiar Radio (Announcer)
"Hai selamat pagi pendengar…pagi yang cerah buat memulai aktivitas…" . Kalimat di atas merupakan sapaan seorang penyiar radio "SWEET FM ROCK", yang setiap paginya para pendengar setia "SWEET FM" akan ditemani oleh suara David dengan lagu-lagu slow rock yang tengah hits. Tidak hanya menyuguhkan tembang-tembang yang disenangi penggemar, tapi juga memberikan informasi yang actual dan terkini.
Produk unggulan sebuah radio, selain lagu dan program acara adalah penyiar. Penyiar(announcer) adalah orang yang bertugas membawakan atau memandu sebuah acara di radio, misalnya acara berita, pemutaran lagu pilihan, talk show dsb. Ia menjadi ujung tombak sebuah stasiun radio dalam berkomunikasi dengan pendengar. Keberhasilan sebuah program acara (dengan parameter jumlah pendengar dan pemasukan iklan) utamanya ditentukan oleh kepiawaian penyiar dalam membawakan sekaligus "menghidupkan" acara tersebut.
Banyak orang beranggapan bahwa profesi sebagai penyiar radio itu gampang. Dengan duduk di balik meja operator dan bermodalkan suara bagus serta pandai bicara kemudian sesekali memutarkan lagu sudah bisa disebut sebagai penyiar radio. Mungkin hal itu yang selama ini orang pikirkan. Padahal bagi mereka yang sudah brtahun-tahun bergelut di dunia broadcast (penyiaran) untuk menjadi seorang penyiar itu tidaklah mudah.
Untuk itu, akan terjadi pemilihan penyiar yang punya skill lebih bagus. "Dulu aku juga punya gambaran, kalo penyiar radio itu gampang, tapi setelah aku jalani, aku mesti mengikuti pelatihan dulu sebelum resmi jadi penyiar", ungkap Winda, salah satu penyiar "MOZE FM".
Pada dasarnya, semua orang bisa menjadi penyiar radio, selama dia tidak punya kelainan dalam cara berbicara seperti gagap misalnya. Namun, untuk menjadi penyiar yang profesional, seseorang harus memiliki skill tertentu dalam hal komunikasi lisan, utamanya ia harus "lancar berbicara". Karena penyiar radio merupakan ujung tombak dalam dunia penyiaran radio. Sehingga banyak stasiun radio yang masih mempertahankan penyiar-penyiar lamanya karena sudah menjadi icon dari radio mereka.
Kenyataannya, penyiar yang sudah berhasil menjadi icon sebuah radiodan memiliki banyak pendengar, ketika dia keluar dari radio tersebut dan berpindah menjadi penyiar radio lain, maka terkadang pendengarnya pun ikut berpindah mendengarkan radio lain yang menjadi tempat siaran baru bagi penyiar kesayangannya tersebut.
Dan tidak dapat dipungkiri jika saat ini yang memiliki banyak pendengar adalah radio dengan target segmentasi pendengarnya adalah anak muda. Karena selain kemasan program yang kekinian untuk anak muda, penyiar-penyiarnya pun mampu menghidupkan radio menjadi lebih bervariasi dan menghibur. Namun bukan berarti radio yang beridentitas lain seperti radio pendidikan tidak mempunyai banyak pendengar. Radio-radio tersebut masih memiliki banyak kelebihan karena mengusung fungsi dasar radio yaitu to educate (pendidikan). Sehingga yang perlu diperhatikan disini adalah bagaimana penyiar-penyiar radio yang identitasnya berbeda tersebut bisa bersaing untuk tetap mempertahankan eksistensi radio yang ditempatinya.
B. Peran Dan Pengaruh Penyiar Bagi Eksistensi Radio
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa penyiar merupakan ujung tombak dalam dunia penyiaran radio. Penyiar mempunyai peran dan pengaruh yang cukup besar bagi eksistensi sebuah radio. Penyiar yang profesional akan mampu membawakan suatu program siaran dengan baik sehingga akan menarik banyak pendengar. Dan akhirnya secara tidak langsung akan berdampak pada pemasukan iklan yang terus bertambah.
Salah satu peran seorang penyiar radio adalah mampu membawakan suatu program siaran dengan baik. Sejalan dengan perkembangan dunia radio yang semakin berkembang dan menjual, maka banyak perubahan yang mesti terjadi, apalagi dalam program siarannya. Radio yang profesional dan komersil akan menuntut peraturan yang seragam sehingga akan tercipta sebuah format siaran yang mesti ditaati oleh penyiarnya.
Seorang penyiar harus mampu membawakan program siaran dengan format yang sudah ditentukan oleh pihak radio. Bahkan terkadang mereka juga harus memformat sendiri program siaran yang dibawakannya agar lebih menarik dan mampu menyedot banyak pendengar. Disinilah peran seorang penyiar berada. Semenarik apapun program acaranya jika si penyiar tidak dapat membawakannya dengan baik, maka tidak diragukan lagi bahwa pendengar akan segan untuk mendengarkannya. Sebaliknya, jika penyiar bisa mengemas sebuah program acara semenarik mungkin bagi pendengar, maka dia akan mendapat banyak sorotan.
Memang, yang paling membedakan dalam menyajikan acara siaran di radio adalah suara manusia, dalam hal ini adalah penyiarnya. Ia tampil akrab, terkadang mengharukan, marah, pilu, atau mengajak tertawa pendengarnya. Dengan suara-suara seperti itu, sebuah peristiwa akan dapat disajikan lebih hidup.informasi akan semakin jelas, menarik, dan mudah diserap bila dituturkan infleksi, lagu dan tekanan pada penuturannya. Vitalitas radio sesungguhnya terletak pada daya tarik ragam suara awak siarnya, juga ragam kosakata dan ungkapan lokalnya, nilai kepribadian radio yang manusiawi terletak di sini.
Perlu diingat juga bahwa dalam dunia penyiaran radio, keberadaan pendengar perlu mendapat banyak perhatian. Karena mereka lah yang menentukan eksis atau tidaknya sebuah radio. Namun di balik itu semua ada sosok seorang penyiar yang mampu menggiring banyak pendengar sehingga radio bisa tetap eksis. Tidak dipungkiri jika akhirnya penyiar-penyiar ini memiliki banyak fans.
Memang, salah satu yang membuat seorang penyiar bisa tetap eksis adalah penggemar. Meskipun mereka lebih dikaenal lewat suara, namun tidak mengherankan kehadiran seorang penyiar mampu membuat pendengarnya tergila-gila. Tidak jarang pendengar langsung main ke radio tersebut hanya untuk bertemu dengan penyiar favoritnya. Dan banyak pula yang pada akhirnya hubungan idola dan fans-nya ini berlanjut menjadi teman dekat atau sahabat. Berawal dari special program curhat dari sebuah radio. Penyiar yang bertugas membawakan acara tersebut akan dicap pendengar sebagai salah satu alternatif tempat curhat. Dan biasanya fans akan menghubungi penyiar, untuk meminta bertemu bisa curhat di luar jam siaran. Frekuensi bertemu yang terlalu sering bakal membuat hubungan akan nerubah menjadi teman. Tidak dapat dipungkiri juga keberadaan seorang fans sangat penting. Ada beberapa station manager mempertahankan penyiarnya yang memiliki pendengar paling banyak.
Disinilah pengaruh seorang penyiar begitu terlihat. Ketika dia mampu membawakan sebuah program acara dengan baik dan menarik banyak pendengar, maka secara otomatis dia telah membuat radio yang ditempatinya tetap eksis dengan kehadiran pendengar-pendengar tersebut. Karena besarnya pengaruh yang dimiliki seoarang penyiar, maka ketika berpindah tempat ke stasion radio lain, pendengarnya pun juga akan mengikutinya. Sehingga dengan kata lain, keberadaan penyiar sangat berpengaruh bagi eksistensi radio.
Selanjutnya, pengaruh yang lebih luas terlihat pada pemasukan iklan. Radio dengan jumlah pendengar yang banyak, kemungkinan besar dapat meraih pangsa iklan yang besar juga. Para produsen iklan tidak akan segan untuk memasung iklan jika radio tersebut terbukti memiliki banyak pendengar.
Semua itu kembali pada peran seorang penyiar. Walaupun sebenarnya bukan hanya sosok penyiar yang menentukan segalanya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa memang penyiarlah yang memberikan kontribusi lebih banyak bagi radio. Layaknya sebuah film, maka penyiarlah pemain utamanya. Karena walaupun semua itu dalam prosesnya adalah kerja tim, namun pada akhirnya yang tampil paling depan adalah penyiarnya.
Oleh karena itu, kontribusi seorang penyiar sangatlah besar. Jika dia mampu bekerja profesional, menarik banyak pendengar maka pangsa iklan pun juga akan berdatangan. Hal inilah yang menjadi modal utama bagi sebuah radio untuk bisa tetap eksis di tengah persaingan bisnis media yang semakin marak saat ini.
C. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Kinerja Seorang Penyiar
Telah dibahas sebelumnya bahwa penyiar mempunyai peran dan pengaruh yang cukup besar bagi eksistensi sebuah radio. Dan sepertinya profesi sebagai penyiar semakin banyak diminati khususnya anak muda. Apalagi di era globalisasi ini makin banyak bermunculan stasiun-stasiun radio baru yang tentunya membutuhkan banyak tenaga-tenaga baru sebagai penyiar.
Namun perlu diperhatikan bahwa ada banyak hal yang harus dilakukan atau dimiliki oleh seorang penyiar radio untuk menjadi penyiar yang profesional dan benar-benar memberikan kontribusi yang penuh bagi radionya.
Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah seorang penyiar harus memiliki skill(kecakapan). Keahlian utama yang mutlak dimiliki setiap seorang penyiar ada tiga yaitu berbicara, membaca dan menulis. Seorang penyiar harus pandai berbicara karena pekerjaan seorang penyiar adalah berbicara, mengeluarkan suara atau melakukan komunikasi secara lisan. Namun, tidak sekedar bisa "cuap-cuap". Karenanya ia harus "lancar berbicara" dengan kualitas vocal yang baik. Pelatihan vocal merupakan proses awal yang harus dijalani seorang penyiar yang ingin memiliki kualitas yang baik. Memiliki suara yang enak dan disukai adalah suatu keuntungan. Tapi kualitas suara dalam radio juga penting. Kecanggihan teknologi dapat membantu kita mendapatkan kualitas suara yang enak. Bahkan suara yang melengking sekalipun dapat mengembangkan suaranya sehingga menjadi menarik untuk didengar.
Melaksanakan siaran di radio berarti mengkreasikan banyak karakter dan situasi dalam kerangka imajinasi pendengar. Misalnya penyiar yang matang ditandai dengan suara yang penuh resonansi dan hati-hati ketika berbcara, itu yang biasanya terekam dalam imajinasi pendengar. Selain itu, pendengar tidak ada batasnya untuk berimajinasi tentang penyiar dari siaran yang didengarkannya. Oleh karena itu, seorang penyiar harus memiliki suara yang baik sebagai bunyi dasar suara dan berbicara.
Selanjutnya kecakapan yang harus dimiliki seorang penyiar adalah membaca. Dalam hal ini kemampuan spoken reading, yakni membaca naskah siaran namun terdengar seperti bertutur atau tidak membaca naskah. Satu hal lagi adalah kecakapan menulis (naskah siaran). Seringkali penyiar harus menyiapkan naskah siarannya sendiri. Karenanya ia harus memiliki kemampuan menulis naskah.
Tiga hal di atas merupakan keahlian utama yang harus dimiliki seorang penyiar. Selain harus memiliki kecakapan-kecakapan di atas, seorang penyiar juga harus memiliki wawasan yang luas. Ini adalah modal penting untuk menjadi penyiar yang profesional. Walaupun saat ini banyak bermunculan radio dengan target segmentasi adalah anak muda, yang tentu saja lebih menonjolkan acara-acara musik yang lagi hits saat ini, namun penyiarnya pun juga harus memiliki wawasan yang luas. Juga harus paham tentang jenis musik, alat musik dan artis-artisnya serta mampu berbicara dalam bahasa dan gaya anak muda.
Target segmentasi pendengar juga perlu diperhatikan. Dalam prakteknya, masing-masing radio memiliki standar tersendiri atau standar tambahan bagi para penyiarnya. Radio dengan segmen pendengar anak muda, tentu membutuhkan penyiar yang mampu berbicara dalam bahasa dan gaya anak muda. Radio dengan segmen pendengar dewasa, tentu mensyaratkan penyiarnya siaran dengan bahasa dan gaya dewasa.
Sesuai dengan sifat pribadi radio yang bisa dibawa ke mana-mana bahkan di tempat pribadi sekalipun, maka hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah seorang penyiar harus mampu menjadi sahabat yang baik bagi pendengarnya. Sebagai sahabat yang punya derajat yang setara, pendengar biasanya tidak suka penyiar yang terlalu menggurui, berpenampilan monoton, kasar, sombong, suka merendahkan bahkan menghina pendengar.jadi pendengar suka penyiar yang bisa dijadikan sahabat yang hangat, wajar dan tidak dibuat-buat.
Membangun komunikasi yang efektif dengan pendengar intinya tidak jauh berbeda, saat on air komunikasi yang efektif bisa dibangun saat sesi interaktif antara penyiar dan pendengar. Jika saat off air bisa saat pendengar datang ke studio dan penyiar harus menemuinya dan mengajaknya bicara. Dari pembicaraan tersebut dapat ditemukan apa yang sebenarnya diinginkan pendengar dari suatu radio. Tentunya dengan pembicaraan yang ramah, hangat dan bersahabat sehingga membuat pendengar nyaman, dengan begitu komunikasi akan berjalan dengan baik dan efektif.
Kesimpulan
Produk unggulan sebuah radio, selain lagu dan program acara adalah penyiar. Penyiar(announcer) adalah orang yang bertugas membawakan atau memandu sebuah acara di radio, misalnya acara berita, pemutaran lagu pilihan, talk show dsb. Ia menjadi ujung tombak sebuah stasiun radio dalam berkomunikasi dengan pendengar. Keberhasilan sebuah program acara (dengan parameter jumlah pendengar dan pemasukan iklan) utamanya ditentukan oleh kepiawaian penyiar dalam membawakan sekaligus "menghidupkan" acara tersebut
Penyiar mempunyai peran dan pengaruh yang cukup besar bagi eksistensi sebuah radio. Penyiar yang profesional akan mampu membawakan suatu program siaran dengan baik sehingga akan menarik banyak pendengar. Dan akhirnya secara tidak langsung akan berdampak pada pemasukan iklan yang terus bertambah.
Selanjutnya, dalam kinerjanya seorang penyiar harus memiliki banyak kecakapan seperti lancar berbicara, membaca naskah dan menulis naskah siaran. Penyiar juga harus berwawasan luas, bisa menjadi sahabat yang baik bagi pendengarnya serta mampu menciptakan komunikasi yang efektif dengan pendengarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Romli, Asep Syamsul M. 2004. Broadcast Journalism. Bandung: Nuansa
Prayudha, Harley. 2006. Radio: Penyiar, Its Not Just A Talk. Malang: Bayumedia
Internet:
http://rismata.multiplay.com/reviews/item/29
http://novithec.blogspot.com/2008/10/donna-orsha-sang-penyiar-radio- senior.html
Oretan Pribadi Irmanto Saja
Video of the day
Search This Blog
Saturday, April 10, 2010
GENERALISASI, MACAM-MACAM GENERALISASI DAN GENERALISASI ILMIAH
A. Pengertian Generalisasi
Di dalam buku Logika, Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. ( Mundiri, 1994 : 127 )
Menurut Gorys Keraf dalam buku Argumentasi dan Narasi, Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi. ( Gorys Keraf, 1994 : 43 )
Sama halnya dalam buku Dasar-dasar Logika yang menyatakan bahwa generalisasi adalah suatu penalaran yang menyimpulkan suatu kesimpulan bersifat umum dari premis-premis yang berupa proposisi empiris. Prinsip yang menjadi penalaran generalisasi dapat dirumuskan ”sesuatu yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu, dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi”. ( Surajiyo dkk, 2005 : 240 )
Kesimpulan itu hanya suatu harapan, suatu kepercayaan, karena konklusi penalaran induktif tidak mengandung nilai kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya suatu probabilitas suatu peluang. Dan hasil penalaran generalisasi induktif itu sendiri juga disebut generalisasi (proposisi universal). (Soekadijo,1991 : 134)
Kebanyakan generalisasi didasarkan pada pemeriksaan atas suatu sample atau contoh dari seluruh golongan yang diselidiki. Oleh karena itu, generalisasi juga biasa disebut induksi tidak sempurna atau tidak lengkap. ( Poespoprodjo, 1999 : 60 )
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa generalisasi adalah suatu pernyataan umum yang menyimpulkan sejumlah premis-premis yang sama kondisinya. Contoh dari generalisasi :
- aluminium jika dipanaskan akan memuai
- besi jika dipanaskan akan memuai
- tembaga jika dipanaskan akan memuai
- nikel jika dipanaskan akan memuai
Generalisasinya, yaitu semua logam jika dipanaskan akan memuai.
B. Macam – Macam Generalisasi
Dari segi kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Generalisasi Sempurna
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan yang diselidiki.
Contoh :
a. Setelah kita memperhatikan jumlah hari pada setiap bulan tahun Masehi kemudian disimpulkan bahwa : Semua bulan Masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31. dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap bulan kita selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan.
b. Setelah bertanya pada masing-masing mahasiswa kosma H2 tentang kewarganegaraan mereka, kemudian disimpulkan bahwa : Semua mahasiswa kosma H2 adalah warga negara Indonesia. Dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu kewarganegaraan masing-masing mahasiswa, kita selidiki tanpa ada yang ketinggalan.
Generalisasi sempurna ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tentu saja tidak praktis dan tidak ekonomis. ( Mundiri, 1994 : 129 )
2. Generalisasi Tidak Sempurna
Adalah generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.
Contoh :
Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang suka bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan ini adalah generalisasi tidak sempurna. (http://ekspresibelajar.blogspot.com/2008/05/logika-dan-silogisme.html)
Generalisasi tidak sempurna ini tidak menghasilkan kesimpulan sampai ke tingkat pasti sebagaimana generalisasi sempurna, tetapi corak generalisasi ini jauh lebih praktis dan lebih ekonomis dibandingkan dengan generalisasi sempurna.
Jika kita berbicara tentang generalisasi, yang dimaksud adalah generalisasi tidak sempurna. Karena populernya generalisasi ini oleh para ahli logika disebut sebagai induksi tidak sempurna untuk menyebut bahwa tehnik ini paling banyak digunakan dalam penyusunan pengetahuan. ( Mundiri, 1994 : 129 )
Dari segi sifat yang dimilikinya, induksi tidak sempurna dibagi 2 macam, dalam kekuatan putusan yang ternyata :
a. Dalam ilmu alam (sciences) putusan yang tercapai melalui induksi tidak sempurna ini berlaku umum, mutlak jadi tak ada kecualinya. Hukum alam berlaku dengan pasti. Hukum alam juga boleh disebut berlaku umum-mutlak (dalam lingkungan alam itu). Hukum kepastian dan kemutlakan ini hanya berlaku dalam bidang alamiah saja.
Contoh : hukum air mengenai pembekuannya. ‘Air akan membeku jika didinginkan.’ Dan ilmu tidak ragu-ragu untuk meramalkan tentang pembekuan air ini karena bersifat pasti dan mutlak.
Jika ilmu mempunyai obyek yang terjadinya bias kena pengaruh dari manusia yang sedikit banyaknya dapat ikut menentukan kejadian-kejadian yang menjadi pandangan-pandangan ilmu, maka lain pula halnya. Ilmunya disebut ilmu sosial serta obyek penyelidikannya mungkin terpengaruhi oleh kehendak manusia. Kalau pada prinsipnya hukum alam tidak ada pengecualiannya maka hukum-hukum pada ilmu sosial ini selalu ada kemungkinan kekecualiannya. ( Poedjawijatna, 2004 : 73-75 )
Contoh : mahasiswa kosma H2, ada yang suka makan pecel, malahan banyak yang suka makan pecel tetapi jangan segera diambil putusan umum, bahwa mahasiswa kosma H2 itu semuanya suka makan pecel. Suka atau tidak suka makan pecel itu sama sekali bukan sifat mutlak manusia di mana pun juga.
Generalisasi juga bisa dibedakan dari segi bentuknya ada 2, yaitu : loncatan induktif dan yang bukan loncatan induktif. (Gorys Keraf, 1994 : 44-45)
1. Loncatan Induktif
Generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Fakta-fakta tersebut atau proposisi yang digunakan itu kemudian dianggap sudah mewakili seluruh persoalan yang diajukan.
Contoh : Bila ahli-ahli filologi Eropa berdasarkan pengamatan mereka mengenai bahasa-bahasa Ido-German kemudian menarik suatu kesimpulan bahwa di dunia terdapat 3.000 bahasa.
2. Tanpa Loncatan Induktif
Sebuah generalisasi bila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan menyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.
Misalnya, untuk menyelidiki bagaimana sifat-sifat orang Indonesia pada umumnya, diperlukan ratusan fenomena untuk menyimpulkannya.
C. Generalisasi Ilmiah
Pada dasarnya, generalisasi ilmiah tidak berbeda dengan generalisasi biasa, baik dalam bentuk maupun permasalahannya. Perbedaan utama terletak pada metodenya, kualitas data serta ketepatan dalam perumusannya. Generalisasi dikatakan sebagai penyimpulan karena apa yang ditemui dalam observasi sebagai sesuatu yang benar, maka akan benar pula sesuatu yang tidak diobservasi, pada masalah sejenis atau apa yang terjadi pada sejumlah kesempatan akan terjadi pula pada kesempatan yang lain bila kondisinya yang sama terjadi.
Pada generalisasi ilmiah, ada 6 tanda-tanda penting yang harus kita perhatikan adalah :
1. Datanya dikumpulkan dengan observasi yang cermat, dilaksanakan oleh tenaga terdidik serta mengenal baik permasalahannya. Pencatatan hasil observasi dilakukan dengan tepat, menyeluruh dan teliti; pengamatan dan hasilnya dibuka kemungkinan adanya cek oleh peneliti terdidik lainnya
2. Adanya penggunaan instrumen untuk mengukur dan mendapatkan ketepatan serta menghindari kekeliruan sejauh mungkin
3. Adanya pengujian, perbandingan serta klasifikasi fakta
4. Pernyataan generalisasi jelas, sederhana, menyeluruh dinyatakan dengan term yang padat dan metematik
5. Observasi atas fakta-fakta eksperimental hasilnya dirumuskan dengan memperhatikan kondisi yang bervariasi misalnya waktu, tempat dan keadaan khusus lainnya
6. Dipublikasikan untuk memungkinkan adanya pengujian kembali, kritik, dan pengetesan atas generalisasi yang dibuat. ( Mundiri, 1994 : 135-136 )
Menurut Soekadijo, generalisasi yang baik harus memenuhi 3 syarat, antara lain :
1. Generalisasi harus tidak terbatas secara numerik.
Artinya, generalisasi tidak boleh terikat kepada jumlah tertentu. Kalau dikatakan ” Semua A adalah B ”, maka proposisi itu harus benar, berapa pun jumlah A. Proposisi itu berlaku untuk setiap dan semua subyek yang memenuhi kondisi A.
Contohnya : Semua perempuan adalah cantik.
2. Generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-temporal.
Artinya, tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi, harus berlaku di mana saja dan kapan saja.
Contohnya : Semua dosen adalah orang terpelajar
3. Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian.
Yang dimaksud dengan ’dasar pengandaian’ di sini adalah dasar dari yang disebut contrary-to-facts conditionals atau unfulfilled conditionals.
Rumusnya :
Faktanya : x, y, dan z itu masing-masing bukan B
Ada generalisasi : Semua A adalah B
Pengandaiannya : andaikata x, y, dan z itu masing-masing sama dengan A atau dengan kata-kata lain, andaikata x, y, dan z itu masing-masing memenuhi atau sama kondisiya dengan A, maka pastilah x, y, dan z itu masing-masing sama dengan B. ( Soekadijo, 1991 : 134-135 )
Contohnya :
Faktanya : Sofan, Syaiful dan Budi itu bukan perempuan
Generalisasi : Semua yang cantik adalah perempuan
Pengandaiannya : Andaikata Sofan, Syaiful dan Budi itu cantik, maka pastilah Sofan, Syaiful dan Budi itu perempuan.
Dalam buku Logika Scientifika, dijelaskan bahwa untuk menentukan generalisasi yang sehat, kita harus menerapkan tiga buah cara pengujian adalah sebagai berikut :
1. Adakah kita telah mempertimbangkan hal-hal atau kejadian-kejadian dari kelompok yang diuji dalam jumlah secukupnya?. Orang harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi (mencapai kemungkinan probabilitas) dapat dipercaya. Dan kemungkinan tersebut harus muncul karena didasarkan contoh-contoh yang cukup. Apabila yang dipersoalkan unsur-unsur yang tidak dapat ditentukan, misalnya manusia, maka hanya akan membuat generalisasi yang terburu-buru. Maka hendaknya orang waspada terhadap generalisasi, seperti :
- semua orang laki-laki sama saja
- orang yang selalu ke masjid tidak mungkin jadi komunis
- barang siapa memuji Marx adalah komunis
- semua orang kaya kikir dan materialis.
Pernyataan-pernyataan semacam ini mudah dan cepat sekali beredar. Akan tetapi, pemikir yang kritis akan selalu mendesak untuk mengujinya terlebih dahulu guna melihat adakah pernyataan-pernyataan semacam itu memiliki bukti faktualnya sebelum menerimanya.
2. Adakah hal-hal atau kejadian-kejadian yang diuji merupakan sample yang cukup dari seluruh kelompok yang dipertimbangkan? Orang hendaknya melihat adakah sample yang diselidiki cukup representatif mewakili kelompok yang diperiksa. Apabila tidak, agak sulitlah untuk memperoleh hasil yang seksama
3. Ada kekecualian dalam kesimpulan umum? Apabila ada kekecualian, apakah juga diperhitungkan dan diperhatikan dalam membuat dan melancarkan generalisasi?
Apabila jumlah kekecualiannya banyak, kita tidak mungkin dapat membuat generalisasi. Tetapi jika hanya terdapat beberapa kekecualian, kita masih dapat membuat generalisasi, asalkan selalu waspada dan hati-hati untuk tidak menggunakan kata-kata seperti : semua, setiap, tiap-tiap dalam generalisasi. Kata-kata seperti ini hendaknya diganti dengan istilah : pada umumnya, kebanyakan, menurut garis besarnya. Meskipun yang terakhir ini akan mewujudkan generalisasi yang tidak sempurna, namun cukup merupakan bentuk pemikiran yang sehat dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari. ( Poespoprodjo, 1999 : 240-242 )
Adapun menurut buku Logika, untuk menguji apakah generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya dapat kita pergunakan evaluasi sebagai berikut :
1. Apakah sampel yang digunakan secara kuantitatif cukup mewakili. Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan, meskipun kita tidak boleh menyatakan bahwa dua kali jumlah fenomena individual akan menghasilkan dua kali kadar keterpercayaan.
Misalnya : Untuk menentukan jenis darah seseorang cukup dengan satu titik darinya. Atau untuk menentukan kadar kejernihan air sebuah sungai cukup satu gelas saja.
Tetapi sebaliknya, untuk menentukan faktor dominan apakah yang menjadi sebab sebuah kejahatan tidak cukup mendasarkan kepada beberapa orang saja.
2. Apakah sample yang digunakan cukup bervariasi. Semakin banyak variasi sample, semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan.
Misalnya : Untuk menentukan kadar minat dan kesadaran berkoperasi sebagai sistem ekonomi yang diharapkan bagi bangsa Indonesia, harus diteliti dari berbagai suku bangsa, berbagai lapisan penghidupan, berbagai pendidikan dan berbagai usia.
3. Apakah dalam generalisasi itu diperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum atau tidak. Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga, terutama jika kekecualian itu cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup besar tidak mungkin diadakan generalisasi. Semakin cermat faktor-faktor pengecualian dipertimbangkan, semakin kuat kesempatan yang dihasilkan.
Misalnya : Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus dirumuskan dengan hati-hati, kata-kata seperti : semua, setiap, selalu, tidak pernah, selamanya dan sebagainya harus dihindari. Pemakaian kata : hampir seluruhnya, sebagian besar, kebanyakan ; harus didasarkan atas pertimbangan rasional yang cermat.
4. Apakah kesimpulan yang disimpulkan konsisten dengan fenomena individual. Kesimpulan yang dirumuskan haruslah merupakan konsekuen logis dari fenomena yang dikumpulkan, tidak boleh memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada.
Misalnya : Penyelidikan tentang faktor utama penyebab rendahnya prestasi akademik mahasiswa IAIN. Apabila data setiap individu dari sampel yang diselidiki ditemukan faktor-faktor lemahnya penguasaan bahasa asing, miskin literatur, kurang berdiskusi serta terlalu banyaknya jenis mata kuliah. Lalu, disimpulkan bahwa penyebab rendahnya prestasi itu adalah lemahnya penguasaan bahasa asing dan miskin literatur, ini tidak merupakan konsekuensi logis dari fenomena yang dikumpulkan. Semakin banyak faktor analogik ditinggalkan, semakin lemah kesimpulan yang dihasilkan. ( Mundiri, 1994 : 135-136 )
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys. 1994. Argumentasi dan Narasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Tama
Mundiri. 1994. Logika. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Poedjawijatna. 2004. Logika Filsafat Berpikir. Jakarta : Rineka Cipta
Poespoprodjo. 1999. Logika Scientifika. Bandung : Pustaka Grafika
Soekadijo, RG. 1991. Logika Dasar, Tradisional, Simbolik dan Induktif. Jakarta : Gramedia Pustaka
Surajiyo, Sugeng A, Sri Andiani. 2005. Dasar-Dasar Logika. Jakarta : Bumi Aksara
Wallace, Walter L. 1994. Metoda Logika Ilmu Sosial. Jakarta : Bumi Aksara
http://ekspresibelajar.blogspot.com/2008/05/logika-dan-silogisme.html
Di dalam buku Logika, Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. ( Mundiri, 1994 : 127 )
Menurut Gorys Keraf dalam buku Argumentasi dan Narasi, Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi. ( Gorys Keraf, 1994 : 43 )
Sama halnya dalam buku Dasar-dasar Logika yang menyatakan bahwa generalisasi adalah suatu penalaran yang menyimpulkan suatu kesimpulan bersifat umum dari premis-premis yang berupa proposisi empiris. Prinsip yang menjadi penalaran generalisasi dapat dirumuskan ”sesuatu yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu, dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi”. ( Surajiyo dkk, 2005 : 240 )
Kesimpulan itu hanya suatu harapan, suatu kepercayaan, karena konklusi penalaran induktif tidak mengandung nilai kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya suatu probabilitas suatu peluang. Dan hasil penalaran generalisasi induktif itu sendiri juga disebut generalisasi (proposisi universal). (Soekadijo,1991 : 134)
Kebanyakan generalisasi didasarkan pada pemeriksaan atas suatu sample atau contoh dari seluruh golongan yang diselidiki. Oleh karena itu, generalisasi juga biasa disebut induksi tidak sempurna atau tidak lengkap. ( Poespoprodjo, 1999 : 60 )
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa generalisasi adalah suatu pernyataan umum yang menyimpulkan sejumlah premis-premis yang sama kondisinya. Contoh dari generalisasi :
- aluminium jika dipanaskan akan memuai
- besi jika dipanaskan akan memuai
- tembaga jika dipanaskan akan memuai
- nikel jika dipanaskan akan memuai
Generalisasinya, yaitu semua logam jika dipanaskan akan memuai.
B. Macam – Macam Generalisasi
Dari segi kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Generalisasi Sempurna
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan yang diselidiki.
Contoh :
a. Setelah kita memperhatikan jumlah hari pada setiap bulan tahun Masehi kemudian disimpulkan bahwa : Semua bulan Masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31. dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap bulan kita selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan.
b. Setelah bertanya pada masing-masing mahasiswa kosma H2 tentang kewarganegaraan mereka, kemudian disimpulkan bahwa : Semua mahasiswa kosma H2 adalah warga negara Indonesia. Dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu kewarganegaraan masing-masing mahasiswa, kita selidiki tanpa ada yang ketinggalan.
Generalisasi sempurna ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tentu saja tidak praktis dan tidak ekonomis. ( Mundiri, 1994 : 129 )
2. Generalisasi Tidak Sempurna
Adalah generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki.
Contoh :
Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang suka bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong, maka penyimpulan ini adalah generalisasi tidak sempurna. (http://ekspresibelajar.blogspot.com/2008/05/logika-dan-silogisme.html)
Generalisasi tidak sempurna ini tidak menghasilkan kesimpulan sampai ke tingkat pasti sebagaimana generalisasi sempurna, tetapi corak generalisasi ini jauh lebih praktis dan lebih ekonomis dibandingkan dengan generalisasi sempurna.
Jika kita berbicara tentang generalisasi, yang dimaksud adalah generalisasi tidak sempurna. Karena populernya generalisasi ini oleh para ahli logika disebut sebagai induksi tidak sempurna untuk menyebut bahwa tehnik ini paling banyak digunakan dalam penyusunan pengetahuan. ( Mundiri, 1994 : 129 )
Dari segi sifat yang dimilikinya, induksi tidak sempurna dibagi 2 macam, dalam kekuatan putusan yang ternyata :
a. Dalam ilmu alam (sciences) putusan yang tercapai melalui induksi tidak sempurna ini berlaku umum, mutlak jadi tak ada kecualinya. Hukum alam berlaku dengan pasti. Hukum alam juga boleh disebut berlaku umum-mutlak (dalam lingkungan alam itu). Hukum kepastian dan kemutlakan ini hanya berlaku dalam bidang alamiah saja.
Contoh : hukum air mengenai pembekuannya. ‘Air akan membeku jika didinginkan.’ Dan ilmu tidak ragu-ragu untuk meramalkan tentang pembekuan air ini karena bersifat pasti dan mutlak.
Jika ilmu mempunyai obyek yang terjadinya bias kena pengaruh dari manusia yang sedikit banyaknya dapat ikut menentukan kejadian-kejadian yang menjadi pandangan-pandangan ilmu, maka lain pula halnya. Ilmunya disebut ilmu sosial serta obyek penyelidikannya mungkin terpengaruhi oleh kehendak manusia. Kalau pada prinsipnya hukum alam tidak ada pengecualiannya maka hukum-hukum pada ilmu sosial ini selalu ada kemungkinan kekecualiannya. ( Poedjawijatna, 2004 : 73-75 )
Contoh : mahasiswa kosma H2, ada yang suka makan pecel, malahan banyak yang suka makan pecel tetapi jangan segera diambil putusan umum, bahwa mahasiswa kosma H2 itu semuanya suka makan pecel. Suka atau tidak suka makan pecel itu sama sekali bukan sifat mutlak manusia di mana pun juga.
Generalisasi juga bisa dibedakan dari segi bentuknya ada 2, yaitu : loncatan induktif dan yang bukan loncatan induktif. (Gorys Keraf, 1994 : 44-45)
1. Loncatan Induktif
Generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Fakta-fakta tersebut atau proposisi yang digunakan itu kemudian dianggap sudah mewakili seluruh persoalan yang diajukan.
Contoh : Bila ahli-ahli filologi Eropa berdasarkan pengamatan mereka mengenai bahasa-bahasa Ido-German kemudian menarik suatu kesimpulan bahwa di dunia terdapat 3.000 bahasa.
2. Tanpa Loncatan Induktif
Sebuah generalisasi bila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan menyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.
Misalnya, untuk menyelidiki bagaimana sifat-sifat orang Indonesia pada umumnya, diperlukan ratusan fenomena untuk menyimpulkannya.
C. Generalisasi Ilmiah
Pada dasarnya, generalisasi ilmiah tidak berbeda dengan generalisasi biasa, baik dalam bentuk maupun permasalahannya. Perbedaan utama terletak pada metodenya, kualitas data serta ketepatan dalam perumusannya. Generalisasi dikatakan sebagai penyimpulan karena apa yang ditemui dalam observasi sebagai sesuatu yang benar, maka akan benar pula sesuatu yang tidak diobservasi, pada masalah sejenis atau apa yang terjadi pada sejumlah kesempatan akan terjadi pula pada kesempatan yang lain bila kondisinya yang sama terjadi.
Pada generalisasi ilmiah, ada 6 tanda-tanda penting yang harus kita perhatikan adalah :
1. Datanya dikumpulkan dengan observasi yang cermat, dilaksanakan oleh tenaga terdidik serta mengenal baik permasalahannya. Pencatatan hasil observasi dilakukan dengan tepat, menyeluruh dan teliti; pengamatan dan hasilnya dibuka kemungkinan adanya cek oleh peneliti terdidik lainnya
2. Adanya penggunaan instrumen untuk mengukur dan mendapatkan ketepatan serta menghindari kekeliruan sejauh mungkin
3. Adanya pengujian, perbandingan serta klasifikasi fakta
4. Pernyataan generalisasi jelas, sederhana, menyeluruh dinyatakan dengan term yang padat dan metematik
5. Observasi atas fakta-fakta eksperimental hasilnya dirumuskan dengan memperhatikan kondisi yang bervariasi misalnya waktu, tempat dan keadaan khusus lainnya
6. Dipublikasikan untuk memungkinkan adanya pengujian kembali, kritik, dan pengetesan atas generalisasi yang dibuat. ( Mundiri, 1994 : 135-136 )
Menurut Soekadijo, generalisasi yang baik harus memenuhi 3 syarat, antara lain :
1. Generalisasi harus tidak terbatas secara numerik.
Artinya, generalisasi tidak boleh terikat kepada jumlah tertentu. Kalau dikatakan ” Semua A adalah B ”, maka proposisi itu harus benar, berapa pun jumlah A. Proposisi itu berlaku untuk setiap dan semua subyek yang memenuhi kondisi A.
Contohnya : Semua perempuan adalah cantik.
2. Generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-temporal.
Artinya, tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu. Jadi, harus berlaku di mana saja dan kapan saja.
Contohnya : Semua dosen adalah orang terpelajar
3. Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian.
Yang dimaksud dengan ’dasar pengandaian’ di sini adalah dasar dari yang disebut contrary-to-facts conditionals atau unfulfilled conditionals.
Rumusnya :
Faktanya : x, y, dan z itu masing-masing bukan B
Ada generalisasi : Semua A adalah B
Pengandaiannya : andaikata x, y, dan z itu masing-masing sama dengan A atau dengan kata-kata lain, andaikata x, y, dan z itu masing-masing memenuhi atau sama kondisiya dengan A, maka pastilah x, y, dan z itu masing-masing sama dengan B. ( Soekadijo, 1991 : 134-135 )
Contohnya :
Faktanya : Sofan, Syaiful dan Budi itu bukan perempuan
Generalisasi : Semua yang cantik adalah perempuan
Pengandaiannya : Andaikata Sofan, Syaiful dan Budi itu cantik, maka pastilah Sofan, Syaiful dan Budi itu perempuan.
Dalam buku Logika Scientifika, dijelaskan bahwa untuk menentukan generalisasi yang sehat, kita harus menerapkan tiga buah cara pengujian adalah sebagai berikut :
1. Adakah kita telah mempertimbangkan hal-hal atau kejadian-kejadian dari kelompok yang diuji dalam jumlah secukupnya?. Orang harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi (mencapai kemungkinan probabilitas) dapat dipercaya. Dan kemungkinan tersebut harus muncul karena didasarkan contoh-contoh yang cukup. Apabila yang dipersoalkan unsur-unsur yang tidak dapat ditentukan, misalnya manusia, maka hanya akan membuat generalisasi yang terburu-buru. Maka hendaknya orang waspada terhadap generalisasi, seperti :
- semua orang laki-laki sama saja
- orang yang selalu ke masjid tidak mungkin jadi komunis
- barang siapa memuji Marx adalah komunis
- semua orang kaya kikir dan materialis.
Pernyataan-pernyataan semacam ini mudah dan cepat sekali beredar. Akan tetapi, pemikir yang kritis akan selalu mendesak untuk mengujinya terlebih dahulu guna melihat adakah pernyataan-pernyataan semacam itu memiliki bukti faktualnya sebelum menerimanya.
2. Adakah hal-hal atau kejadian-kejadian yang diuji merupakan sample yang cukup dari seluruh kelompok yang dipertimbangkan? Orang hendaknya melihat adakah sample yang diselidiki cukup representatif mewakili kelompok yang diperiksa. Apabila tidak, agak sulitlah untuk memperoleh hasil yang seksama
3. Ada kekecualian dalam kesimpulan umum? Apabila ada kekecualian, apakah juga diperhitungkan dan diperhatikan dalam membuat dan melancarkan generalisasi?
Apabila jumlah kekecualiannya banyak, kita tidak mungkin dapat membuat generalisasi. Tetapi jika hanya terdapat beberapa kekecualian, kita masih dapat membuat generalisasi, asalkan selalu waspada dan hati-hati untuk tidak menggunakan kata-kata seperti : semua, setiap, tiap-tiap dalam generalisasi. Kata-kata seperti ini hendaknya diganti dengan istilah : pada umumnya, kebanyakan, menurut garis besarnya. Meskipun yang terakhir ini akan mewujudkan generalisasi yang tidak sempurna, namun cukup merupakan bentuk pemikiran yang sehat dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari. ( Poespoprodjo, 1999 : 240-242 )
Adapun menurut buku Logika, untuk menguji apakah generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya dapat kita pergunakan evaluasi sebagai berikut :
1. Apakah sampel yang digunakan secara kuantitatif cukup mewakili. Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan, meskipun kita tidak boleh menyatakan bahwa dua kali jumlah fenomena individual akan menghasilkan dua kali kadar keterpercayaan.
Misalnya : Untuk menentukan jenis darah seseorang cukup dengan satu titik darinya. Atau untuk menentukan kadar kejernihan air sebuah sungai cukup satu gelas saja.
Tetapi sebaliknya, untuk menentukan faktor dominan apakah yang menjadi sebab sebuah kejahatan tidak cukup mendasarkan kepada beberapa orang saja.
2. Apakah sample yang digunakan cukup bervariasi. Semakin banyak variasi sample, semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan.
Misalnya : Untuk menentukan kadar minat dan kesadaran berkoperasi sebagai sistem ekonomi yang diharapkan bagi bangsa Indonesia, harus diteliti dari berbagai suku bangsa, berbagai lapisan penghidupan, berbagai pendidikan dan berbagai usia.
3. Apakah dalam generalisasi itu diperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum atau tidak. Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga, terutama jika kekecualian itu cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup besar tidak mungkin diadakan generalisasi. Semakin cermat faktor-faktor pengecualian dipertimbangkan, semakin kuat kesempatan yang dihasilkan.
Misalnya : Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus dirumuskan dengan hati-hati, kata-kata seperti : semua, setiap, selalu, tidak pernah, selamanya dan sebagainya harus dihindari. Pemakaian kata : hampir seluruhnya, sebagian besar, kebanyakan ; harus didasarkan atas pertimbangan rasional yang cermat.
4. Apakah kesimpulan yang disimpulkan konsisten dengan fenomena individual. Kesimpulan yang dirumuskan haruslah merupakan konsekuen logis dari fenomena yang dikumpulkan, tidak boleh memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada.
Misalnya : Penyelidikan tentang faktor utama penyebab rendahnya prestasi akademik mahasiswa IAIN. Apabila data setiap individu dari sampel yang diselidiki ditemukan faktor-faktor lemahnya penguasaan bahasa asing, miskin literatur, kurang berdiskusi serta terlalu banyaknya jenis mata kuliah. Lalu, disimpulkan bahwa penyebab rendahnya prestasi itu adalah lemahnya penguasaan bahasa asing dan miskin literatur, ini tidak merupakan konsekuensi logis dari fenomena yang dikumpulkan. Semakin banyak faktor analogik ditinggalkan, semakin lemah kesimpulan yang dihasilkan. ( Mundiri, 1994 : 135-136 )
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys. 1994. Argumentasi dan Narasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Tama
Mundiri. 1994. Logika. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Poedjawijatna. 2004. Logika Filsafat Berpikir. Jakarta : Rineka Cipta
Poespoprodjo. 1999. Logika Scientifika. Bandung : Pustaka Grafika
Soekadijo, RG. 1991. Logika Dasar, Tradisional, Simbolik dan Induktif. Jakarta : Gramedia Pustaka
Surajiyo, Sugeng A, Sri Andiani. 2005. Dasar-Dasar Logika. Jakarta : Bumi Aksara
Wallace, Walter L. 1994. Metoda Logika Ilmu Sosial. Jakarta : Bumi Aksara
http://ekspresibelajar.blogspot.com/2008/05/logika-dan-silogisme.html
Labels:
ilmu logika
JANJI "MANIS" PARPOL
by:
Woe_Lan
PENDAHULUAN
Dalam proses pemilihan umum, perolehan suara dalam pemilu sangat ditentukan oleh dukungan massa pemilih terhadap pilihan partai-partai peserta pemilu. Dukungan pemilih sangat ditentukan oleh kualitas dari program partai yang tertuang dalam manifesto politiknya. Sehingga, setiap partai politik dalam kampanyenya selalu memberikan janji-janji yang berisikan kebijakan-kebijakan yang sekiranya bisa menarik simpati masyarakat. Namun pada akhirnya, ketika mereka telah meraih kemenangan dalam pemilu, seolah-olah janji-janji yang dulu mereka suarakan hanya merupakan omong kosong belaka.
Oleh karena itu, dalam makalah ini dibahas tentang segala hal mengenai partai politik serta janji-janji masa kampanye yang sering mereka gembor-gemborkan.
A. Peranan Dan Fungsi Partai Politik
Sebelum kita membahas peran dan fungsi partai politik, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu partai politik. Partai politik merupakan media atau sarana partisipasi warga negara dalam penentuan siapa yang menjadi penyelenggara negara pada berbagai lembaga negara di pusat dan daerah.
Dilihat dari pengertiannya sudah bisa diketahui bahwa partai politik memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Keberadaannya tidak hanya sebagai media atau sarana bagi warga dalam partisipasi politik, namun juga menentukan siapa saja yang berhak menjadi penyelenggara negara atau yang biasa disebut sebagai "wakil rakyat". Begitu besarnya peranan yang dimiliki partai politik sehingga diperlukan adanya tanggung jawab yang besar pada setiap partai politik dalam mengemban amanat rakyat.
Selanjutnya, berdasarkan kajian literature yang ada setidaknya terdapat 5 (lima) fungsi dasar dari keberadaan partai politik, yaitu:
1) Fungsi Artikulasi Kepentingan
Artikulasi kepentingan adalah suatu proses penginputan berbagai kebutuhan, tuntutan, dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijakan publik.
2) Fungsi Agregasi Kepentingan
Agregasi kepentingan merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda digabungkan menjadi alternatif-alternatif pembuatan kebijakan publik.
3) Fungsi Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang dianut oleh suatu negara.
4) Fungsi Rekrutmen Politik
Rekrutmen politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administrative maupun politik.
5) Fungsi Komunikasi Politik
Komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan segala struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi informasi, isu dan gagasan politik.
B. Kampanye Sebagai Bentuk Komunikasi Politik
Di saat menjelang pemilihan umum, maka muncullah partai-partai politik yang saling bersaing untuk berebut tempat di parlemen. Persaingan itu terlihat sangat jelas pada masa-masa kampanye.
Pada dasarnya, kegiatan kampanye sama halnya dengan kegiatan komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat, mempersuasikannya dan kemudian membentuk sikap masyarakat untuk bersedia memilih partai politiknya. Dalam hal ini yang bertindak sebagai komunikator adalah partai politik, kandidat, dan tenaga profesional kampanye. Pesan yang disampaikan merupakan pesan-pesan kampanye dalam berbagai bentuk seperti ide, gagasan atau wacana. Sedangkan komunikannya adalah masyarakat (pemilih dalam pemilu). Untuk akhirnya terjadi efek berupa jumlah perolehan suara yang signifikan.
Kampanye merupakan strategi kontrol sosial dalam rangka mengarahkan psikologi dan perilaku pemilih untuk menyesuaikan dan pada saatnya menuruti apa yang diprogramkan oleh partai politik. Ujud yang paling nyata kegiatan kampanye politik sebagai strategi kontrol sosial adalah provokasi.
Kegiatan kampanye pemilu adalah proses mempersuasi khalayak untuk bersedia menerima, mendukung dan akumulasinya adalah memilih partai atau kandidat yang dikampanyekan.
Dalam kenyataannya, komunikasi politik dalam hal ini adalah kampanye dapat dikategorikan sebagai pemasaran sosial yang memperkenalkan ide, gagasan atau wacana sebagai produk yang dipasarkan. Oleh karena itu, tidak heran jika masing-masing partai politik yang muncul selalu memperkenalkan ide atau gagasannya dalam bentuk janji-janji politik. Janji-janji yang ditawarkan tersebut tak ubahnya seperti produk-produk yang dipasarkan. Sehingga masyarakat sebagai pemilih dalam pemilu harus pandai memilah partai politik mana yang sekiranya memberikan janji yang konkrit. Atau partai politik mana yang sekiranya hanya berani mengumbar janji tanpa ada realisasi.
C. Umbar Janji Tak Tunjukkan Aksi
Demokrasi procedural terwujud ketika partai politik dibentuk, lalu masing-masing mereka berkompetisi dalam kancah pemilihan umum. Perebutan suara di dalam kompetisi itu terjadi ketika masing-masing partai "menjual" program politik masing-masing dalam bentuk janji politik kepada rakyat. Berdasarkan penilaian kualitas janji politik tersebutlah akhirnya rakyat menentukan pilihan. Ketika riuh rendah pemilu usia, tugas partai politik pemenang pemilu tinggal mewujudkan janji-janji politiknya itu.
Janji, sebuah penangguhan sementara atas kewajiban yang pemenuhannya di masa mendatang. Tidak banyak perbedaan antara janji partai dengan janji perorangan. Yang mendasar, janji partai selalu bersifat politis dan mempunyai syarat tertentu, misal, menunggu kemenangan partai bersangkutan.
Pada dasarnya tidak ada persoalan partai mengeluarkan “janji politik” berupa program atau berbagai macam tawaran perbaikan. Bahkan, dalam rangka pendidikan “janji politik” harus diberikan. Yang justru patut dipermasalahkan, pertama, sejauh apa janji itu realistis untuk diwujudkan. Kedua, bagaimana atau dalam situasi apa janji itu disampaikan. Dan ketiga, komitmen partai bersangkutan dalam menepati janjinya.
Janji parpol yang disampaikan saat kampanye, seperti perbaikan kondisi ekonomi, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), perubahan struktur politik ke arah demokrasi, dan reformasi hukum yang lebih menjamin keadilan, ternyata tidak terpenuhi. Sebaliknya, korupsi di mana-mana, praktik kekerasan negara dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) semakin membabi buta, utang kian menumpuk, dan penggusuran terhadap rakyat marjinal menjadi-jadi. Parpol lupa pada nasib pemilihnya.
Yang harus dicermati dari sekian janji ideal itu, sejauh mana janji-janji atau program-program itu realistis? Bagi masyarakat, kita membutuhkan analisis mendalam untuk melihat kemungkinan janji tersebut bisa diwujudkan. Dan selayaknya, partai bersangkutan memberikan rasionalisasi yang mencukupi tentang bagaimana cara merealisasikannya
Selanjutnya, “janji politik” harus disampaikan melalui komunikasi politik yang sehat. Sangat penting untuk memperhatikan bagaimana caranya “janji politik” itu dikomunikasikan. Faktanya, seringkali “janji politik” disampaikan sepintas lalu dalam ajang kampanye yang berbentuk pesta musik dangdut dan sebagainya. Cara ini tentu saja sama sekali tidak efektif. Mengeluarkan janji dalam kesempatan ini sama dengan “mengumbar janji” yang sifatnya mubadzir. Oleh karenanya, “janji politik” seyogyanya disampaikan dalam situasi kondusif, dimana konstituen mau dan mampu untuk menalar seabrek janji itu.
Semua “janji politik” yang baik tidak akan berfaedah tanpa adanya komitmen politik. Tentu saja konstituen harus mengawal dan mendampinginya. Seyogyanya konstituen mendesak partai untuk menandatangani kontrak politik. Bagi partai bersangkutan, celah untuk menciderai janji menjadi semakin kecil. Mengingat, kontrak politik yang tentu saja “hitam di atas putih”, suatu tempo bisa digugat dan bisa mempengaruhi track record partai bersangkutan.
Sangat disesalkan, mengumbar janji-janji manis saat berkampanye, agaknya sudah dirasa sesuatu yang lazim dan sebagai suatu kewajiban oleh parpol. Soalnya, tiap parpol dan anggotanya masih beranggapan untuk merebut simpati rakyat dan memenangkan pemilu, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Termasuk dengan membuat janji, meski pada akhirnya tak bisa dipenuhi.
D. Menyikapi Janji Manis Partai Politik
Hans-Dieter Klingemann dkk (1999) cukup mengejutkan kita ketika ternyata ia berhasil menunjukkan bahwa mayoritas partai politik di sepuluh negara Eropa yang ditelitinya telah memenuhi janji politiknya dalam produk-produk kebijakan publik. Keterhenyakan kita berangkat dari aksioma bahwa politik identik dengan kebusukan dan persekongkolan hitam. Sehingga wajar jika janji politik selama ini hanya jadi pemanis bibir saja, tanpa pernah keluar menjadi élan perjuangan politisi yang sesungguhnya. Namun, yang kurang mengejutkan dari Klingemann adalah ketika dikatakannya hal itu sangat terkait erat dengan majunya peradaban dan demokratisasi di negara-negara Eropa yang ia teliti.
Kenyataan di atas adalah pelajaran dan sekaligus tamparan bagi kita di Indonesia untuk melihat lebih jauh realitas tersebut di sini. Jatuh bangunnya kebijakan publik yang ada di Indonesia lebih banyak diwarnai oleh tawar-menawar "politik saat ini dan di sini", ketimbang hasil sebuah perjalanan panjang karir politik seorang anggota parlemen.
Janji politik seharusnya lebih mencerminkan sistem kepartaian pluralis. Sebab dengan berbagai dasar ideologi dan paradigma yang berbeda-beda, seyogyanyalah masing-masing partai memiliki keragaman program operasional yang akan mereka perjuangkan sesuai dengan platform partai mereka. Dan ketika pemilu usai maka kejadian politik yang paling seru adalah ketika masing-masing partai memperjuangkan program operasionalnya itu, tawar-menawar yang sengit antara program operasional partai yang satu dengan yang lain adalah tontonan yang tak kalah mengasyikkan ketimbang pemilu itu sendiri. Namun kenyataannya yang terjadi di Indonesia pemilu tetap merupakan pesta demokrasi dan ketika pesta selesai maka yang ada hanyalah sepi.
Undang-undang Pemilu No. 12/2003 jika dikaji secara saksama, sebenarnya menawarkan niat baik untuk melindungi hak-hak rakyat. UU itu pada hakikatnya tidak hanya ingin mengajak masyarakat agar tidak lagi ”membeli kucing dalam karung”, karena bisa memilih nama secara langsung, tetapi juga mengajak partai politik untuk berbuat jujur.
Pertama, digunakannya sistem daerah pemilihan, sebenarnya adalah untuk menjembatani agar wakil rakyat itu benar-benar paham dengan problem daerah dan masyarakat yang diwakilinya. Untuk itu, kendala apa yang sedang dihadapi daerah, juga keperluan apa yang dibutuhkan masyarakat, para wakil rakyat ini seharusnya sudah mengetahui sejak awal.
Kedua, diberikannya hak rakyat untuk menentukan pilihannya pada nama orang secara langsung, sebenarnya adalah untuk menjembatani agar rakyat tidak lagi membeli ”kucing dalam karung”. Artinya, rakyat diberikan kebebasan untuk menilai siapa yang baik dan pantas menjadi wakilnya, dan siapa yang jelek (busuk) dan tidak pantas menjadi wakilnya.
Satu hal yang mungkin selalu luput dari pengamatan masyarakat adalah kurangnya sanksi terhadap partai politik. Terutama bagi parpol yang setelah pemilihan umum ternyata ingkar janji. Padahal, saat berkampanye, para juru kampanye itu mengumbar janji-janji dengan sangat bersemangat dan meyakinkan. Sudah saatnya rakyat bertindak tegas terhadap parpol yang membohonginya itu.
Indikator terpenting dalam penegakan hukum, memang pada political will pemimpin nasional. Tetapi tidak hanya di tangan presiden, pimpinan parpol yang anggotanya duduk di legislatif dan eksekutif, juga harus bertindak tegas. Setidaknya memberikan sanksi bagi mereka yang melanggar janjinya yang digembor-gemborkannya saat kampanye. Tetapi, kenyataannya sejauh ini memang tak ada sanksi khusus yang bisa dijatuhkan kepada parpol atau anggotanya yang tidak menepati janji-janji itu. Hanya ada sanksi politik, namun juga tak akan berjalan kalau kesadaran politik masyarakat masih lemah.
Untuk itu, tidak ada salahnya jika kita mengetuk nurani para elite partai, bahwa kampanye pada hakikatnya adalah sarana untuk mentransfer pesan-pesan politik,bukan mengobral janji. Jadikanlah kampanye sebagai sarana untuk melakukan pendidikan politik. Tunjukkan pada masyarakat bahwa bukti politik lebih penting daripada janji politik. Pun demikian harus disadari, bahwa masyarakat pemilih bukanlah ”obyek”, mereka adalah ”subyek” politik itu sendiri. Kalau selama ini masyarakat diam, itu bukan berarti masayrakat tidak paham, masyarakat hanya malu untuk berteriak bahwa mereka sebenarnya ”lapar”! Mengapa? Karena masyarakat sebenarnya masih punya harga diri, yang tidak mau menjadi pengemis atau peminta-minta.
Kesimpulan
Partai politik memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Keberadaannya tidak hanya sebagai media atau sarana bagi warga dalam partisipasi politik, namun juga menentukan siapa saja yang berhak menjadi penyelenggara negara. Partai politik memiliki lima fungsi dasar yaitu fungsi artikulasi kepentingan, fungsi agregasi kepentingan, fungsi sosialisasi politik, fungsi rekrutmen politik, dan fungsi komunikasi politik.
Kampanye merupakan bentuk komunikasi politik dimana dalam proses kampanye partai politik menyampaikan pesan-pesan politiknya dalam berbagai bentuk seperti ide, gagasan ataupun wacana guna memperoleh simpati dari masyarakat sebagai pemilih dalam pemilu.
Masa kampanye adalah masa dimana partai politik saling mengumbar janji yang pada akhirnya tidak ada realisasi yang berarti.
karena tiap parpol dan anggotanya masih beranggapan untuk merebut simpati rakyat dan memenangkan pemilu, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Termasuk dengan membuat janji, meski pada akhirnya tak bisa dipenuhi.
Untuk menyikapinya diperlukan undang-undang yang melindungi hak masyarakat dalam memilih serta harus ada sanksi terhadap partai politik yang hanya berani mengumbar janji.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Anwar, M. Khoirul dan Vina Salviana (ed.). 2006. Perilaku partai politik. Malang: UMM Press
Imawan, Riswandha. 1997. Membedah politik orde baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Putra, Fadillah. 2003. Partai politik dan kebijakan publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Internet:
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0403/11/opi01.html
http://balipost.co.id/balipostcetak/2004/3/29/p2.htm
http://mengintipdunia.blogspot.com/2008/07/salahkah-janji-politik.html
http://dwiarianto_blogspot.com/2004/01/pemilu-kampanye-dan-arus-pragmatisme.html
Woe_Lan
PENDAHULUAN
Dalam proses pemilihan umum, perolehan suara dalam pemilu sangat ditentukan oleh dukungan massa pemilih terhadap pilihan partai-partai peserta pemilu. Dukungan pemilih sangat ditentukan oleh kualitas dari program partai yang tertuang dalam manifesto politiknya. Sehingga, setiap partai politik dalam kampanyenya selalu memberikan janji-janji yang berisikan kebijakan-kebijakan yang sekiranya bisa menarik simpati masyarakat. Namun pada akhirnya, ketika mereka telah meraih kemenangan dalam pemilu, seolah-olah janji-janji yang dulu mereka suarakan hanya merupakan omong kosong belaka.
Oleh karena itu, dalam makalah ini dibahas tentang segala hal mengenai partai politik serta janji-janji masa kampanye yang sering mereka gembor-gemborkan.
A. Peranan Dan Fungsi Partai Politik
Sebelum kita membahas peran dan fungsi partai politik, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu partai politik. Partai politik merupakan media atau sarana partisipasi warga negara dalam penentuan siapa yang menjadi penyelenggara negara pada berbagai lembaga negara di pusat dan daerah.
Dilihat dari pengertiannya sudah bisa diketahui bahwa partai politik memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Keberadaannya tidak hanya sebagai media atau sarana bagi warga dalam partisipasi politik, namun juga menentukan siapa saja yang berhak menjadi penyelenggara negara atau yang biasa disebut sebagai "wakil rakyat". Begitu besarnya peranan yang dimiliki partai politik sehingga diperlukan adanya tanggung jawab yang besar pada setiap partai politik dalam mengemban amanat rakyat.
Selanjutnya, berdasarkan kajian literature yang ada setidaknya terdapat 5 (lima) fungsi dasar dari keberadaan partai politik, yaitu:
1) Fungsi Artikulasi Kepentingan
Artikulasi kepentingan adalah suatu proses penginputan berbagai kebutuhan, tuntutan, dan kepentingan melalui wakil-wakil kelompok yang masuk dalam lembaga legislatif, agar kepentingan, tuntutan dan kebutuhan kelompoknya dapat terwakili dan terlindungi dalam pembuatan kebijakan publik.
2) Fungsi Agregasi Kepentingan
Agregasi kepentingan merupakan cara bagaimana tuntutan-tuntutan yang dilancarkan oleh kelompok-kelompok yang berbeda digabungkan menjadi alternatif-alternatif pembuatan kebijakan publik.
3) Fungsi Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik yang berlaku atau yang dianut oleh suatu negara.
4) Fungsi Rekrutmen Politik
Rekrutmen politik adalah suatu proses seleksi atau rekrutmen anggota-anggota kelompok untuk mewakili kelompoknya dalam jabatan-jabatan administrative maupun politik.
5) Fungsi Komunikasi Politik
Komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang dijalankan oleh partai politik dengan segala struktur yang tersedia, mengadakan komunikasi informasi, isu dan gagasan politik.
B. Kampanye Sebagai Bentuk Komunikasi Politik
Di saat menjelang pemilihan umum, maka muncullah partai-partai politik yang saling bersaing untuk berebut tempat di parlemen. Persaingan itu terlihat sangat jelas pada masa-masa kampanye.
Pada dasarnya, kegiatan kampanye sama halnya dengan kegiatan komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat, mempersuasikannya dan kemudian membentuk sikap masyarakat untuk bersedia memilih partai politiknya. Dalam hal ini yang bertindak sebagai komunikator adalah partai politik, kandidat, dan tenaga profesional kampanye. Pesan yang disampaikan merupakan pesan-pesan kampanye dalam berbagai bentuk seperti ide, gagasan atau wacana. Sedangkan komunikannya adalah masyarakat (pemilih dalam pemilu). Untuk akhirnya terjadi efek berupa jumlah perolehan suara yang signifikan.
Kampanye merupakan strategi kontrol sosial dalam rangka mengarahkan psikologi dan perilaku pemilih untuk menyesuaikan dan pada saatnya menuruti apa yang diprogramkan oleh partai politik. Ujud yang paling nyata kegiatan kampanye politik sebagai strategi kontrol sosial adalah provokasi.
Kegiatan kampanye pemilu adalah proses mempersuasi khalayak untuk bersedia menerima, mendukung dan akumulasinya adalah memilih partai atau kandidat yang dikampanyekan.
Dalam kenyataannya, komunikasi politik dalam hal ini adalah kampanye dapat dikategorikan sebagai pemasaran sosial yang memperkenalkan ide, gagasan atau wacana sebagai produk yang dipasarkan. Oleh karena itu, tidak heran jika masing-masing partai politik yang muncul selalu memperkenalkan ide atau gagasannya dalam bentuk janji-janji politik. Janji-janji yang ditawarkan tersebut tak ubahnya seperti produk-produk yang dipasarkan. Sehingga masyarakat sebagai pemilih dalam pemilu harus pandai memilah partai politik mana yang sekiranya memberikan janji yang konkrit. Atau partai politik mana yang sekiranya hanya berani mengumbar janji tanpa ada realisasi.
C. Umbar Janji Tak Tunjukkan Aksi
Demokrasi procedural terwujud ketika partai politik dibentuk, lalu masing-masing mereka berkompetisi dalam kancah pemilihan umum. Perebutan suara di dalam kompetisi itu terjadi ketika masing-masing partai "menjual" program politik masing-masing dalam bentuk janji politik kepada rakyat. Berdasarkan penilaian kualitas janji politik tersebutlah akhirnya rakyat menentukan pilihan. Ketika riuh rendah pemilu usia, tugas partai politik pemenang pemilu tinggal mewujudkan janji-janji politiknya itu.
Janji, sebuah penangguhan sementara atas kewajiban yang pemenuhannya di masa mendatang. Tidak banyak perbedaan antara janji partai dengan janji perorangan. Yang mendasar, janji partai selalu bersifat politis dan mempunyai syarat tertentu, misal, menunggu kemenangan partai bersangkutan.
Pada dasarnya tidak ada persoalan partai mengeluarkan “janji politik” berupa program atau berbagai macam tawaran perbaikan. Bahkan, dalam rangka pendidikan “janji politik” harus diberikan. Yang justru patut dipermasalahkan, pertama, sejauh apa janji itu realistis untuk diwujudkan. Kedua, bagaimana atau dalam situasi apa janji itu disampaikan. Dan ketiga, komitmen partai bersangkutan dalam menepati janjinya.
Janji parpol yang disampaikan saat kampanye, seperti perbaikan kondisi ekonomi, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), perubahan struktur politik ke arah demokrasi, dan reformasi hukum yang lebih menjamin keadilan, ternyata tidak terpenuhi. Sebaliknya, korupsi di mana-mana, praktik kekerasan negara dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) semakin membabi buta, utang kian menumpuk, dan penggusuran terhadap rakyat marjinal menjadi-jadi. Parpol lupa pada nasib pemilihnya.
Yang harus dicermati dari sekian janji ideal itu, sejauh mana janji-janji atau program-program itu realistis? Bagi masyarakat, kita membutuhkan analisis mendalam untuk melihat kemungkinan janji tersebut bisa diwujudkan. Dan selayaknya, partai bersangkutan memberikan rasionalisasi yang mencukupi tentang bagaimana cara merealisasikannya
Selanjutnya, “janji politik” harus disampaikan melalui komunikasi politik yang sehat. Sangat penting untuk memperhatikan bagaimana caranya “janji politik” itu dikomunikasikan. Faktanya, seringkali “janji politik” disampaikan sepintas lalu dalam ajang kampanye yang berbentuk pesta musik dangdut dan sebagainya. Cara ini tentu saja sama sekali tidak efektif. Mengeluarkan janji dalam kesempatan ini sama dengan “mengumbar janji” yang sifatnya mubadzir. Oleh karenanya, “janji politik” seyogyanya disampaikan dalam situasi kondusif, dimana konstituen mau dan mampu untuk menalar seabrek janji itu.
Semua “janji politik” yang baik tidak akan berfaedah tanpa adanya komitmen politik. Tentu saja konstituen harus mengawal dan mendampinginya. Seyogyanya konstituen mendesak partai untuk menandatangani kontrak politik. Bagi partai bersangkutan, celah untuk menciderai janji menjadi semakin kecil. Mengingat, kontrak politik yang tentu saja “hitam di atas putih”, suatu tempo bisa digugat dan bisa mempengaruhi track record partai bersangkutan.
Sangat disesalkan, mengumbar janji-janji manis saat berkampanye, agaknya sudah dirasa sesuatu yang lazim dan sebagai suatu kewajiban oleh parpol. Soalnya, tiap parpol dan anggotanya masih beranggapan untuk merebut simpati rakyat dan memenangkan pemilu, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Termasuk dengan membuat janji, meski pada akhirnya tak bisa dipenuhi.
D. Menyikapi Janji Manis Partai Politik
Hans-Dieter Klingemann dkk (1999) cukup mengejutkan kita ketika ternyata ia berhasil menunjukkan bahwa mayoritas partai politik di sepuluh negara Eropa yang ditelitinya telah memenuhi janji politiknya dalam produk-produk kebijakan publik. Keterhenyakan kita berangkat dari aksioma bahwa politik identik dengan kebusukan dan persekongkolan hitam. Sehingga wajar jika janji politik selama ini hanya jadi pemanis bibir saja, tanpa pernah keluar menjadi élan perjuangan politisi yang sesungguhnya. Namun, yang kurang mengejutkan dari Klingemann adalah ketika dikatakannya hal itu sangat terkait erat dengan majunya peradaban dan demokratisasi di negara-negara Eropa yang ia teliti.
Kenyataan di atas adalah pelajaran dan sekaligus tamparan bagi kita di Indonesia untuk melihat lebih jauh realitas tersebut di sini. Jatuh bangunnya kebijakan publik yang ada di Indonesia lebih banyak diwarnai oleh tawar-menawar "politik saat ini dan di sini", ketimbang hasil sebuah perjalanan panjang karir politik seorang anggota parlemen.
Janji politik seharusnya lebih mencerminkan sistem kepartaian pluralis. Sebab dengan berbagai dasar ideologi dan paradigma yang berbeda-beda, seyogyanyalah masing-masing partai memiliki keragaman program operasional yang akan mereka perjuangkan sesuai dengan platform partai mereka. Dan ketika pemilu usai maka kejadian politik yang paling seru adalah ketika masing-masing partai memperjuangkan program operasionalnya itu, tawar-menawar yang sengit antara program operasional partai yang satu dengan yang lain adalah tontonan yang tak kalah mengasyikkan ketimbang pemilu itu sendiri. Namun kenyataannya yang terjadi di Indonesia pemilu tetap merupakan pesta demokrasi dan ketika pesta selesai maka yang ada hanyalah sepi.
Undang-undang Pemilu No. 12/2003 jika dikaji secara saksama, sebenarnya menawarkan niat baik untuk melindungi hak-hak rakyat. UU itu pada hakikatnya tidak hanya ingin mengajak masyarakat agar tidak lagi ”membeli kucing dalam karung”, karena bisa memilih nama secara langsung, tetapi juga mengajak partai politik untuk berbuat jujur.
Pertama, digunakannya sistem daerah pemilihan, sebenarnya adalah untuk menjembatani agar wakil rakyat itu benar-benar paham dengan problem daerah dan masyarakat yang diwakilinya. Untuk itu, kendala apa yang sedang dihadapi daerah, juga keperluan apa yang dibutuhkan masyarakat, para wakil rakyat ini seharusnya sudah mengetahui sejak awal.
Kedua, diberikannya hak rakyat untuk menentukan pilihannya pada nama orang secara langsung, sebenarnya adalah untuk menjembatani agar rakyat tidak lagi membeli ”kucing dalam karung”. Artinya, rakyat diberikan kebebasan untuk menilai siapa yang baik dan pantas menjadi wakilnya, dan siapa yang jelek (busuk) dan tidak pantas menjadi wakilnya.
Satu hal yang mungkin selalu luput dari pengamatan masyarakat adalah kurangnya sanksi terhadap partai politik. Terutama bagi parpol yang setelah pemilihan umum ternyata ingkar janji. Padahal, saat berkampanye, para juru kampanye itu mengumbar janji-janji dengan sangat bersemangat dan meyakinkan. Sudah saatnya rakyat bertindak tegas terhadap parpol yang membohonginya itu.
Indikator terpenting dalam penegakan hukum, memang pada political will pemimpin nasional. Tetapi tidak hanya di tangan presiden, pimpinan parpol yang anggotanya duduk di legislatif dan eksekutif, juga harus bertindak tegas. Setidaknya memberikan sanksi bagi mereka yang melanggar janjinya yang digembor-gemborkannya saat kampanye. Tetapi, kenyataannya sejauh ini memang tak ada sanksi khusus yang bisa dijatuhkan kepada parpol atau anggotanya yang tidak menepati janji-janji itu. Hanya ada sanksi politik, namun juga tak akan berjalan kalau kesadaran politik masyarakat masih lemah.
Untuk itu, tidak ada salahnya jika kita mengetuk nurani para elite partai, bahwa kampanye pada hakikatnya adalah sarana untuk mentransfer pesan-pesan politik,bukan mengobral janji. Jadikanlah kampanye sebagai sarana untuk melakukan pendidikan politik. Tunjukkan pada masyarakat bahwa bukti politik lebih penting daripada janji politik. Pun demikian harus disadari, bahwa masyarakat pemilih bukanlah ”obyek”, mereka adalah ”subyek” politik itu sendiri. Kalau selama ini masyarakat diam, itu bukan berarti masayrakat tidak paham, masyarakat hanya malu untuk berteriak bahwa mereka sebenarnya ”lapar”! Mengapa? Karena masyarakat sebenarnya masih punya harga diri, yang tidak mau menjadi pengemis atau peminta-minta.
Kesimpulan
Partai politik memiliki peranan yang sangat penting dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Keberadaannya tidak hanya sebagai media atau sarana bagi warga dalam partisipasi politik, namun juga menentukan siapa saja yang berhak menjadi penyelenggara negara. Partai politik memiliki lima fungsi dasar yaitu fungsi artikulasi kepentingan, fungsi agregasi kepentingan, fungsi sosialisasi politik, fungsi rekrutmen politik, dan fungsi komunikasi politik.
Kampanye merupakan bentuk komunikasi politik dimana dalam proses kampanye partai politik menyampaikan pesan-pesan politiknya dalam berbagai bentuk seperti ide, gagasan ataupun wacana guna memperoleh simpati dari masyarakat sebagai pemilih dalam pemilu.
Masa kampanye adalah masa dimana partai politik saling mengumbar janji yang pada akhirnya tidak ada realisasi yang berarti.
karena tiap parpol dan anggotanya masih beranggapan untuk merebut simpati rakyat dan memenangkan pemilu, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Termasuk dengan membuat janji, meski pada akhirnya tak bisa dipenuhi.
Untuk menyikapinya diperlukan undang-undang yang melindungi hak masyarakat dalam memilih serta harus ada sanksi terhadap partai politik yang hanya berani mengumbar janji.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Anwar, M. Khoirul dan Vina Salviana (ed.). 2006. Perilaku partai politik. Malang: UMM Press
Imawan, Riswandha. 1997. Membedah politik orde baru. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Putra, Fadillah. 2003. Partai politik dan kebijakan publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Internet:
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0403/11/opi01.html
http://balipost.co.id/balipostcetak/2004/3/29/p2.htm
http://mengintipdunia.blogspot.com/2008/07/salahkah-janji-politik.html
http://dwiarianto_blogspot.com/2004/01/pemilu-kampanye-dan-arus-pragmatisme.html
Labels:
ilmu politik
ANALOGI
By : Zuhdie
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menemukan permasalahan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Permasalahan ini akibat dari logika bahasa yang sering kali salah. Akibatnya pesan komunikasi tidak tersampaikan bahkan bisa berakibat fatal. Misperseptions. Pertanyaannya kemudia adalah, bagiamanakab kita berinteraksi yang baik dan benar? Tentunya kita sebagai mahkluk yang berfikir,Hayawanu al-natiq, bisa menggunakan potensi akal. Diantaranya adalah menggunakan logika.
Berangkat dari permasalahan diatas, pemakalah mencoba menjelaskan salah satu komponen ilmu logika yaitu Analogi sebagaimana akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
1. Pengetian Analogi
Analogi dalam bahasa indonesia ialah ‘kias’ (Arab: qasa = mengukur, membandingkan). Berbicara tentang analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang satu bukan yang lain, dan dua hal yang berlainan itu dibandingkan yang satu dengan yang lain. Dalam mengadakan perbandingan, orang mencari persamaan dan perbedaan di antara hal-hal yang diperbandingkan. Contoh kalau lembu dibandingkan dengan kerbau, maka kedua-keduanya adalah binatang, akan tetapi yang satu berbeda dengan yang lain mengenai besarnya, warnanya dan sebagainya. Sarno dan sarni adalah kedua-keduanya adalah anak pak sastro, akan tetapi sarno laki-laki, sarni perempuan, sarno berumur 16 tahun, sarni 10 tahun dan seterusnya. Kalau dalam perbandingan itu orang hanya memperhatikan persamaannya saja, tanpa melihat perbedaannya, timbbullah analogi, persamaan di antara dua hal yang berbeda.
Analogi dapat dimanfaatkan sebagai penjelasan atau sebagai dasar penalaran. Sebagi penjelasan biasanya disebut perumpamaan atau persamaan.
Tumbuh-tumbuhan berbunga dan bunga itu merupakan perhiasan baginya. Bangsa itu bukan tumbuh-tumbuhan dan juga tidak berbunga, akan tetapi pejuang yang gugur dalam membela bangsanya, menjadi perhiasan bagi bangsanya, sehingga secara analogi dikatakan bahwa pejuang itu’ gugur sebagai kusuma bangsa’ .
Analogi kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain; demikian pengertian analogi jika kita hendak memformulasikan dalam suatu batasan. Dengan demikian dalam setiap tindakan penyimpulan analogik terdapat tiga unsure yaitu: peristiwa pokok yang menjadi dasar analogi, persamaan prinsipal yang menjadi pengikat bdan ketiga fenomena yang hendak kita analogikan.
Sebagian besar pengetahuan kita disamping didapat dengan generalisasi didapat dengan penalaran analogi. Contoh: Jika kita membeli sepasang sepatu (peristiwa) dan kita berkeyakinan bahwa sepatu itu akan enak dan awet dipakai (fenomena yang dianalogikan), Karena sepatu yang dulu dibeli di toko yang sama (persamaan prinsip) awet dan enak dipakai maka penyimpulan serupa adalah penalaran analogi. Begitu pula jika berkeyakinan bahwa buku yang baru saja kita beli adalah buku yang menarik karena kita pernah membeli buku dari pengarang yang sama yang ternyata menarik.
Contoh lain dari penyimpulan analogi adalah:
Kita mengetahui betapa kemiripan yang terdapat antara bumi yang kita tempati ini dengan planet-planet lain, seperti Saturnus, Mars, Yupiter, Venus dan Mercurius. Planet-planet ini kesemuanya mengelilingi matahari sebagaimana bumi. Planet-planet itu berputar pada porosnya sebagaimana bumi, sehingga padanya juga berlaku pergantian siang dan malam. Sebagiannya mempunyai bulan yang memberikan sinar manakala matahari tidak muncul dan bulan-bulan ini meminjam sinar matahari sebagaimana bulan pada bumi. Merka semua sama, merupakan subyek dari hukum gravitasi sebagaimana bumi. Atas dasar persamaan yang sangat dekat antara bumi dengan planet-planet tersebut maka kita tidak salah menyimpulkan bahwa kemungkinan besar planet-planet tersebut dihuni oleh berbagai jenis makhluk hidup.
2.Macam-macam Analogi
Macam analogi yang belah kita bicarakan diatas adalah analogi induktif yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan principal yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Bentuk argument ini sebagaimana generalisasi tidak pernah menghasilkan kebenaran mutlak.
Analogi disamping fungsi utamanya sebagai cara berargumentasi, sering benar dipakai dalam bentuk non-argurmen, yaitu sebagai penjelas. Analogi ini disebut analogi deklaratif atau analogi penjelas. Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum diketahui atau masih samar , dengan sesuatu yang sudah dikenal. Sejak zeman dahulu analogi deklaratif merupakan cara yang amat bermanfaat untuk menjelaskan masalah yang hendak diterangkan. Para penulis dapat dengan tepat mengemukakan isi hatinya dalam menekankan pengertian sesuatu.
Contoh analogi deklaratif adalah:
Ilmu pengetahuan itu dibangun oleh fakta-fakta sebagai –
Mana rumah itu dibangun oleh batu-batu. Tetapi tidak
semua kumpulan pengetahuan itu ilmu, sebagaimana
tidak semua tumpukan batu adalah rumah.
Di sini orang hendak menjelaskan sturuktur ilmu yang masih asing bagi pendengar dengan struktur lemah yang sudah begitu dikenal. Begitu pula penjelasan tentang hubungan antara pikiran dan otak yang masih samar dijelaskan dengan hubungan antara buah ginjal dan air seni.
Dalam setiap tindakan penyimpulan analogik terdapat tiga unsure, yaitu:
1. peristiwa pokok yang menjadi dasar analogi
2. persamaan prinsipal yang menjadi pengikat
3. fenomena yang hendak kita analogikan
Dari unsur-unsur tersebut akan muncul berbagai macam analogi; seperti:
1.Analogi Induktif
Analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipal yang ada pada dua fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa yang ada pada peristiwa pertama juga ada pada peristiwa kedua.
Contoh :
a. Sarno anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
b. Sarni anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
c. Sardi anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
d. Sarto adalah anak pak Sastro
Sarto anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
Berbeda dengan generalisasi induktif yang kesimpulannya berupa proposisi universal, konklusi analogi tidak selalu berupa proposisi universal, namun tergantung dari subyek yang diperbandingkan. Subyek analogi dapat individual, particular maupun universal. Tetapi sebagai penalaran induksi, konklusi yang ada lebih luas daripada premis-premisnya. Tiga anak pak sastro yang rajin dan jujur tidak dapat menjamin bahwa anaknya yang keempat juga rajin dan jujur.
2. Analogi Deklaratif
Analogi yang menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samara, dengan sesuatu yang dikenal.
Contoh :
Ilmu pengetahuan dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana sebuah rumah dibangun oleh batu-batu. Tapi tidak semua kumpulan fakta adalah ilmu, sebagaimana tidak semua kumpulan batu adalah rumah.
3. Analogi Noninduktif (analogi logis)
a.“Hanya orang bijaksana yang menyukai puisi”. Kaliamat tersebut sama makna-
nya dengan “ semua orang bijaksana menyukai puisi”.
b. “hanya perempuanlah yang mengandung dan melahirkan anak”, kalimt tersebut
tidak sama dengan “ semua perempuan mengandung dan melahirkan anak”.
Kedua kalimat diatas mempunyai pola yang sama yaitu “ hanya…yang…”, namun analogi diatas bukan merupakan analogi induktif, karena kesimpulannya tidak bersifat empiris.
Artinya kesimpulan dari analogi noninduktif tidak dapat dikonfirmasi atau disangkal oleh bukti-bukti empiris. Namun analogi tersebut juga bukan analogi deduktif, karena argument deduktif dapat dinilai benar salahnya dengan mengacu paada bentuk logis tertentu atau definisi istilah yang digunakan. Oleh karena itu analogi ini dapat disebut analogi logis non induktif tapi juga nondeduktif .
3.Cara Penilaian Analogi Generalisasi
Sebagaimana generaslisasi, kepercayaannya tergantung kepada terpenuhi atau tidaknya alat-alat ukur yang telah kita ketahui, maka demikian pula analogi. Untuk mengukur derajat kepercayaan sebuah analogi dapat diketahui dengan alat berikut:
1. Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar pula taraf kepercayaanya. Apabila pada suatu ketika saya mengirimkan baju saya pada seorang tukang penatu dan ternyata hasilnya tidak memuaskan, maka atas dasar analogi, saya bisa menyarankan kepada kawan saya untuk tidak mengirimkan pakaian kepada tukang penatu tadi.
2. Sedikit banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi. Contoh yang telah kita sebut tadi, yaitu tentang sepatu yang telah kita beli pada sebuah toko. Bahwa sepatu yang baru saja kita beli tentu akan awet dan enak dipakai karena sepatu yang dulu di beli ditoko ini juga awet dan enak dipakai. Analogi ini menjadi lebih kuat lagi misalnya diperhitungkan juga persamaan harganya, mereknya, dan bahannya.
3. Mempertimbangkan ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan. Semakain banyak pertimbangan atas unsure-unsurnya yang berbeda semakin kuat kepercayaan analoginya.
4. Relevan atau tidaknya masalah yang dianalogikan. Bila tidak relevan sudah barang tentu analoginyatidak kuat dan bahkan bisa gagal. Contoh; bila kita menyimpulkan bahwa mobil yang baru kita beli setiap liter bahan bakarnya akan menempuh 15 km berdasarkan analogi mobil B yang sama modelnya serta jumlah jendela dan tahun produksinya sama dengan mobil yang kita beli ternyata dapat menempuh 15 km setiap liter bahan bakarnya, maka analogi serupa adalah analogi yang tidak relevan. Seharusnya untuk menyimpulkandemikian harus didasarkan atas unsure-unsur yanag relevan yaitu banyaknya slinder, kekuatan daya tariknya serta berat dadri mobilnya
Dalam bukunya DR. W. poespoprodjo, SH.,S.S., B.Ph., L.Ph. dan Drs. EK. T. Gilarso “Logika Ilmu Menalar” juga memiliki cara peniaian analogi generalisai yaitu generalisasi tergesa-gesa. Kesalahan logis yang ini sekadar akibat dari induksi yang salah karena berdasar pad sampling hal-hal khusus yang tidak cukup, atau karena tidak memakai batasan (seperti: banyak, sering, kadang-kadang, jarang, hampir, selalu, didalam keadaan tertentu, beberapa, kebanyakan, sebagian besar, sejumlah kecil, dan lain sebagainya).
Sebagian orang (mungkin juga banyak jumlahnya), misalnya, mengatakan bahwa ‘semua pegawai negeri malas’. Berhubung pegawai negeri banyak, dan diantara mereka memang juga ada yang berpembawaan pemalas, maka banyak orang mungkin mempunyai kesan bahwa ‘pegawai negeri malas’. Tetapi, apabila orang-orang tersebut bersedia meneliti lebih seksama, maka mereka akan bersedia meralat ucapannya: ‘semua pegawai negeri malas’ menjadi, mislanya, ‘kebanyakan pegawai negeri malas’ , karena ternyata, menurut pengamatan, terdapat juga pegawi negeri yang tidak malas.
Generalisasi tergesa-gesa terjadi karena kecerobohan, tidak mempunyai dasar induktif yang sehat. Misalnya, ucapan atau ungkapan sebagai berikut:
1. Para mahasiswa menolak NKK beserta BKK-nya.
2. Guru-guru tidak sadar akan masalah-masalah yang paling mendesak dari murid-muridnya.
3. Kejahatan-kejahatan yang terjadi akhir-akhir ini berlatar belakang politik.
4. Semua oran inggris kaku.
5. Tokoh-tokoh buruh menggunakan taktik penipuan dalam menarik anggota baru.
Jadi, analogi dalam bahasa indonesia ialah ‘kias’ (Arab: qasa = mengukur, membandingkan). Berbicara tentang analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang satu bukan yang lain, dan dua hal yang berlainan itu dibandingkan yang satu dengan yang lain.
Analogi kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain; demikian pengertian analogi jika kita hendak memformulasikan dalam suatu batasan.
Macam-macam analogi dibedakan menjadi dua yaitu;
1. Analogi induktif
2. Analogi deduktif
3. Analogi Noninduktif
Cara penilaian analogi generalisasi yaitu;
a. Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar pula taraf kepercayaanya.
b. Sedikit banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi
c. Mempertimbangkan ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan. Semakain banyak pertimbangan atas unsur-unsurnya yang berbeda semakin kuat kepercayaan analoginya
d. Relevan atau tidaknya masalah yang dianalogikan. Bila tidak relevan sudah barang tentu analoginyatidak kuat dan bahkan bisa gagal.
2. Saran-saran
Kami selaku penulis makalah berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Dan kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharap saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan mkalah ini. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Poedjawijatna, Logika filsafat berfikir, PT rineka cipta Jakarta, 2000
W. Poepoprodjo, Ek.T.Gilarso, Logika ilmu menalar,,PT Pustaka Grafika bandung 1999
H. Mundiri, Logika, PT Raja Grafindo persada kajarta, 2008
Http:/biancommunity, blogspot.com/2008/09/analogi apa-dan-bagaimana html
Soekadijo,R.G Logika Dasar, PT Gramedia pustaka utama, Jakarta, 1991
W. Poespopradjo, S.H. S,S. B.Ph, L,ph. Logika Scientifika, PT pustaka Grafika- Bandung, 2007
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menemukan permasalahan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Permasalahan ini akibat dari logika bahasa yang sering kali salah. Akibatnya pesan komunikasi tidak tersampaikan bahkan bisa berakibat fatal. Misperseptions. Pertanyaannya kemudia adalah, bagiamanakab kita berinteraksi yang baik dan benar? Tentunya kita sebagai mahkluk yang berfikir,Hayawanu al-natiq, bisa menggunakan potensi akal. Diantaranya adalah menggunakan logika.
Berangkat dari permasalahan diatas, pemakalah mencoba menjelaskan salah satu komponen ilmu logika yaitu Analogi sebagaimana akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
1. Pengetian Analogi
Analogi dalam bahasa indonesia ialah ‘kias’ (Arab: qasa = mengukur, membandingkan). Berbicara tentang analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang satu bukan yang lain, dan dua hal yang berlainan itu dibandingkan yang satu dengan yang lain. Dalam mengadakan perbandingan, orang mencari persamaan dan perbedaan di antara hal-hal yang diperbandingkan. Contoh kalau lembu dibandingkan dengan kerbau, maka kedua-keduanya adalah binatang, akan tetapi yang satu berbeda dengan yang lain mengenai besarnya, warnanya dan sebagainya. Sarno dan sarni adalah kedua-keduanya adalah anak pak sastro, akan tetapi sarno laki-laki, sarni perempuan, sarno berumur 16 tahun, sarni 10 tahun dan seterusnya. Kalau dalam perbandingan itu orang hanya memperhatikan persamaannya saja, tanpa melihat perbedaannya, timbbullah analogi, persamaan di antara dua hal yang berbeda.
Analogi dapat dimanfaatkan sebagai penjelasan atau sebagai dasar penalaran. Sebagi penjelasan biasanya disebut perumpamaan atau persamaan.
Tumbuh-tumbuhan berbunga dan bunga itu merupakan perhiasan baginya. Bangsa itu bukan tumbuh-tumbuhan dan juga tidak berbunga, akan tetapi pejuang yang gugur dalam membela bangsanya, menjadi perhiasan bagi bangsanya, sehingga secara analogi dikatakan bahwa pejuang itu’ gugur sebagai kusuma bangsa’ .
Analogi kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain; demikian pengertian analogi jika kita hendak memformulasikan dalam suatu batasan. Dengan demikian dalam setiap tindakan penyimpulan analogik terdapat tiga unsure yaitu: peristiwa pokok yang menjadi dasar analogi, persamaan prinsipal yang menjadi pengikat bdan ketiga fenomena yang hendak kita analogikan.
Sebagian besar pengetahuan kita disamping didapat dengan generalisasi didapat dengan penalaran analogi. Contoh: Jika kita membeli sepasang sepatu (peristiwa) dan kita berkeyakinan bahwa sepatu itu akan enak dan awet dipakai (fenomena yang dianalogikan), Karena sepatu yang dulu dibeli di toko yang sama (persamaan prinsip) awet dan enak dipakai maka penyimpulan serupa adalah penalaran analogi. Begitu pula jika berkeyakinan bahwa buku yang baru saja kita beli adalah buku yang menarik karena kita pernah membeli buku dari pengarang yang sama yang ternyata menarik.
Contoh lain dari penyimpulan analogi adalah:
Kita mengetahui betapa kemiripan yang terdapat antara bumi yang kita tempati ini dengan planet-planet lain, seperti Saturnus, Mars, Yupiter, Venus dan Mercurius. Planet-planet ini kesemuanya mengelilingi matahari sebagaimana bumi. Planet-planet itu berputar pada porosnya sebagaimana bumi, sehingga padanya juga berlaku pergantian siang dan malam. Sebagiannya mempunyai bulan yang memberikan sinar manakala matahari tidak muncul dan bulan-bulan ini meminjam sinar matahari sebagaimana bulan pada bumi. Merka semua sama, merupakan subyek dari hukum gravitasi sebagaimana bumi. Atas dasar persamaan yang sangat dekat antara bumi dengan planet-planet tersebut maka kita tidak salah menyimpulkan bahwa kemungkinan besar planet-planet tersebut dihuni oleh berbagai jenis makhluk hidup.
2.Macam-macam Analogi
Macam analogi yang belah kita bicarakan diatas adalah analogi induktif yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan principal yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Bentuk argument ini sebagaimana generalisasi tidak pernah menghasilkan kebenaran mutlak.
Analogi disamping fungsi utamanya sebagai cara berargumentasi, sering benar dipakai dalam bentuk non-argurmen, yaitu sebagai penjelas. Analogi ini disebut analogi deklaratif atau analogi penjelas. Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum diketahui atau masih samar , dengan sesuatu yang sudah dikenal. Sejak zeman dahulu analogi deklaratif merupakan cara yang amat bermanfaat untuk menjelaskan masalah yang hendak diterangkan. Para penulis dapat dengan tepat mengemukakan isi hatinya dalam menekankan pengertian sesuatu.
Contoh analogi deklaratif adalah:
Ilmu pengetahuan itu dibangun oleh fakta-fakta sebagai –
Mana rumah itu dibangun oleh batu-batu. Tetapi tidak
semua kumpulan pengetahuan itu ilmu, sebagaimana
tidak semua tumpukan batu adalah rumah.
Di sini orang hendak menjelaskan sturuktur ilmu yang masih asing bagi pendengar dengan struktur lemah yang sudah begitu dikenal. Begitu pula penjelasan tentang hubungan antara pikiran dan otak yang masih samar dijelaskan dengan hubungan antara buah ginjal dan air seni.
Dalam setiap tindakan penyimpulan analogik terdapat tiga unsure, yaitu:
1. peristiwa pokok yang menjadi dasar analogi
2. persamaan prinsipal yang menjadi pengikat
3. fenomena yang hendak kita analogikan
Dari unsur-unsur tersebut akan muncul berbagai macam analogi; seperti:
1.Analogi Induktif
Analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipal yang ada pada dua fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa yang ada pada peristiwa pertama juga ada pada peristiwa kedua.
Contoh :
a. Sarno anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
b. Sarni anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
c. Sardi anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
d. Sarto adalah anak pak Sastro
Sarto anak Pak Sastro adalah anak yang rajin dan jujur
Berbeda dengan generalisasi induktif yang kesimpulannya berupa proposisi universal, konklusi analogi tidak selalu berupa proposisi universal, namun tergantung dari subyek yang diperbandingkan. Subyek analogi dapat individual, particular maupun universal. Tetapi sebagai penalaran induksi, konklusi yang ada lebih luas daripada premis-premisnya. Tiga anak pak sastro yang rajin dan jujur tidak dapat menjamin bahwa anaknya yang keempat juga rajin dan jujur.
2. Analogi Deklaratif
Analogi yang menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samara, dengan sesuatu yang dikenal.
Contoh :
Ilmu pengetahuan dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana sebuah rumah dibangun oleh batu-batu. Tapi tidak semua kumpulan fakta adalah ilmu, sebagaimana tidak semua kumpulan batu adalah rumah.
3. Analogi Noninduktif (analogi logis)
a.“Hanya orang bijaksana yang menyukai puisi”. Kaliamat tersebut sama makna-
nya dengan “ semua orang bijaksana menyukai puisi”.
b. “hanya perempuanlah yang mengandung dan melahirkan anak”, kalimt tersebut
tidak sama dengan “ semua perempuan mengandung dan melahirkan anak”.
Kedua kalimat diatas mempunyai pola yang sama yaitu “ hanya…yang…”, namun analogi diatas bukan merupakan analogi induktif, karena kesimpulannya tidak bersifat empiris.
Artinya kesimpulan dari analogi noninduktif tidak dapat dikonfirmasi atau disangkal oleh bukti-bukti empiris. Namun analogi tersebut juga bukan analogi deduktif, karena argument deduktif dapat dinilai benar salahnya dengan mengacu paada bentuk logis tertentu atau definisi istilah yang digunakan. Oleh karena itu analogi ini dapat disebut analogi logis non induktif tapi juga nondeduktif .
3.Cara Penilaian Analogi Generalisasi
Sebagaimana generaslisasi, kepercayaannya tergantung kepada terpenuhi atau tidaknya alat-alat ukur yang telah kita ketahui, maka demikian pula analogi. Untuk mengukur derajat kepercayaan sebuah analogi dapat diketahui dengan alat berikut:
1. Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar pula taraf kepercayaanya. Apabila pada suatu ketika saya mengirimkan baju saya pada seorang tukang penatu dan ternyata hasilnya tidak memuaskan, maka atas dasar analogi, saya bisa menyarankan kepada kawan saya untuk tidak mengirimkan pakaian kepada tukang penatu tadi.
2. Sedikit banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi. Contoh yang telah kita sebut tadi, yaitu tentang sepatu yang telah kita beli pada sebuah toko. Bahwa sepatu yang baru saja kita beli tentu akan awet dan enak dipakai karena sepatu yang dulu di beli ditoko ini juga awet dan enak dipakai. Analogi ini menjadi lebih kuat lagi misalnya diperhitungkan juga persamaan harganya, mereknya, dan bahannya.
3. Mempertimbangkan ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan. Semakain banyak pertimbangan atas unsure-unsurnya yang berbeda semakin kuat kepercayaan analoginya.
4. Relevan atau tidaknya masalah yang dianalogikan. Bila tidak relevan sudah barang tentu analoginyatidak kuat dan bahkan bisa gagal. Contoh; bila kita menyimpulkan bahwa mobil yang baru kita beli setiap liter bahan bakarnya akan menempuh 15 km berdasarkan analogi mobil B yang sama modelnya serta jumlah jendela dan tahun produksinya sama dengan mobil yang kita beli ternyata dapat menempuh 15 km setiap liter bahan bakarnya, maka analogi serupa adalah analogi yang tidak relevan. Seharusnya untuk menyimpulkandemikian harus didasarkan atas unsure-unsur yanag relevan yaitu banyaknya slinder, kekuatan daya tariknya serta berat dadri mobilnya
Dalam bukunya DR. W. poespoprodjo, SH.,S.S., B.Ph., L.Ph. dan Drs. EK. T. Gilarso “Logika Ilmu Menalar” juga memiliki cara peniaian analogi generalisai yaitu generalisasi tergesa-gesa. Kesalahan logis yang ini sekadar akibat dari induksi yang salah karena berdasar pad sampling hal-hal khusus yang tidak cukup, atau karena tidak memakai batasan (seperti: banyak, sering, kadang-kadang, jarang, hampir, selalu, didalam keadaan tertentu, beberapa, kebanyakan, sebagian besar, sejumlah kecil, dan lain sebagainya).
Sebagian orang (mungkin juga banyak jumlahnya), misalnya, mengatakan bahwa ‘semua pegawai negeri malas’. Berhubung pegawai negeri banyak, dan diantara mereka memang juga ada yang berpembawaan pemalas, maka banyak orang mungkin mempunyai kesan bahwa ‘pegawai negeri malas’. Tetapi, apabila orang-orang tersebut bersedia meneliti lebih seksama, maka mereka akan bersedia meralat ucapannya: ‘semua pegawai negeri malas’ menjadi, mislanya, ‘kebanyakan pegawai negeri malas’ , karena ternyata, menurut pengamatan, terdapat juga pegawi negeri yang tidak malas.
Generalisasi tergesa-gesa terjadi karena kecerobohan, tidak mempunyai dasar induktif yang sehat. Misalnya, ucapan atau ungkapan sebagai berikut:
1. Para mahasiswa menolak NKK beserta BKK-nya.
2. Guru-guru tidak sadar akan masalah-masalah yang paling mendesak dari murid-muridnya.
3. Kejahatan-kejahatan yang terjadi akhir-akhir ini berlatar belakang politik.
4. Semua oran inggris kaku.
5. Tokoh-tokoh buruh menggunakan taktik penipuan dalam menarik anggota baru.
Jadi, analogi dalam bahasa indonesia ialah ‘kias’ (Arab: qasa = mengukur, membandingkan). Berbicara tentang analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang satu bukan yang lain, dan dua hal yang berlainan itu dibandingkan yang satu dengan yang lain.
Analogi kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain; demikian pengertian analogi jika kita hendak memformulasikan dalam suatu batasan.
Macam-macam analogi dibedakan menjadi dua yaitu;
1. Analogi induktif
2. Analogi deduktif
3. Analogi Noninduktif
Cara penilaian analogi generalisasi yaitu;
a. Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar pula taraf kepercayaanya.
b. Sedikit banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi
c. Mempertimbangkan ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan. Semakain banyak pertimbangan atas unsur-unsurnya yang berbeda semakin kuat kepercayaan analoginya
d. Relevan atau tidaknya masalah yang dianalogikan. Bila tidak relevan sudah barang tentu analoginyatidak kuat dan bahkan bisa gagal.
2. Saran-saran
Kami selaku penulis makalah berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Dan kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharap saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan mkalah ini. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Poedjawijatna, Logika filsafat berfikir, PT rineka cipta Jakarta, 2000
W. Poepoprodjo, Ek.T.Gilarso, Logika ilmu menalar,,PT Pustaka Grafika bandung 1999
H. Mundiri, Logika, PT Raja Grafindo persada kajarta, 2008
Http:/biancommunity, blogspot.com/2008/09/analogi apa-dan-bagaimana html
Soekadijo,R.G Logika Dasar, PT Gramedia pustaka utama, Jakarta, 1991
W. Poespopradjo, S.H. S,S. B.Ph, L,ph. Logika Scientifika, PT pustaka Grafika- Bandung, 2007
Labels:
ilmu logika
MASUKYA PENGARUH ISLAM DI INDONESIA
PENDAHULUAN
Islam merupakan salah satu agama yang masuk dan berkembang di indonesia. Hal ini tentu bukanlah sesuatu yang asing bagi kita, karena di mass media mungkin kita sudah sering mendengar atau membaca bahwa indonesia adalah negara yang memiliki penganut agam islam terbesar di dunia.
Agam islam masuk ke indonesia dimulai dari daerah pesisir pantai, kemudian diteruskan kedaerah pedalaman oleh para ulama atau penyebar ajaran ajaran islam. Mengenai kapan islam masuk ke indosesia dan siapa pembawanyaterdapat beberapa teori yang mendukungnya.
1.A. proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan islam di indonesia
Proses masuk dan berkembangnya agama islam di indosesia menurut Ahmad Mansur suryanegara dalam bukunya yang berjudul”menemukan sejarah” ,terdapat tiga teori yaitu teori gujarat, teori makkah dan teori persia.
Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalahan waktu masuknya islam ke indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama islam ke nusantara. Teori-teori tersebut adalah:
1. Teori Gujarat
Teori ini berpendapat bahwa agama islam masuk ke indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari gujarat (cambay), india. Dasar teori ini adalah:
a. Kuragnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa arab dalam penyebaran islam di indonesia.
b. Hubungan dagang indonesia dengan india telah lama melalui jalur indonesia-cambay-timur tengah-eropa.
c. Adanya batu nisan sultan samudera pasai yaitu malik Al-Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat. Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Viekke. Para ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik islam yaitu adanya kerajaan samudera pasai. Hal ini juga bersumber sari keterangan marcopolo dari venesia(italia) yang pernah singgah di perlak(perureula) tahun 1292. ia enceritakan bahwa di perlak sudah banyak penduduk yang memeluk islam dan banyak pedagang islam dari india yang mentebarkan ajaran islam.
2. Teori Makkah
Teori ini merupakan teori baru yang uncul sebagai sanggahan terhadap teori islam yaitu teori Gujarat. Teori makkah berpendapat bahwa islam masuk ke indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya berasal dari arab(mesir). Dasar teori ini adalah :
a. pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat sumatra sudah terdapat perkampungan di kanton sejak abad ke 4. hal ini juga sesuai dengan berita cina.
b. Kerajaan samudera pasai menganut aliran mazhab syafi’i, dimana pengaruh mazhab syafi’i terbesar pada waktu itu adalah mesir dan akkah. Sedangkan Gujarat atau india adalah penganut mazhab hanafi.
c. Raja-raja samudera pasaio menggunakan gelar Al-Malik, yaitu gelar tersebut berasal dari mesir. Pendukung teori makalah ini adalah hamka, van leur dan T.W Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyataka bahwa abad 13 sudah berdiri kekuaaan politik islam, jadi masuknya ke indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad 7 dan yang berperabn besar terhadap proses penyebarannya adalh bangsa arab sendiri.
3. Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa islam masuk ke indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari persia (iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya persia dengan budaya masyarakat islam indonesia seperti:
a. peringatan 10 Muharrom/Asyura atas meninggalnya hasan dan husen cucu nabi muhammad, yang sangat di junjung oleh orang syi’ah / islam iran.
b. Kesamaan ajaran sufi yang di anut syekh siti jennar dengan sufi dari iran yaitu Al-Hallaj.
c. Penggunaan istilah iran dalam sistem mengeja huruf arab untuk tanda-tanda bunyi harakat.
d. Di temukannya makam maulana malik ibrahim tahun 1419 di Gresik.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa islam masuk ke indonesia dengan jalan damai pada abad ke 7 dan mengalami perkembanganya pada abad 13 sebagai penegang peranan dalam penyebaran islam adalah bangsa Arab, Persia dan Gujarat(india).
2.B. Wujud akulturasi kebudayaan indonesia dan kebudayaan islam
Sebelum islam masuk dan berekembang, indosesia sudah memiliki corak kebudayaan yang di pengaruhi oleh agama hindu dan budha. Dengan masuknya islam, indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua(lebih) kenudayaan karena percampuran bangsa-banga dan saling mempengaruhi), yang meluruskan kebudayaan baru yaitu kebudayaan islam indonesia.
Masuknya islam tersebut tidak berarti kebudayaan hindu dan budha hilang. Bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat indonesia. Untuk lebih mamahami wujud budaya yang sudah mengalami proses akulturasi pemakalah sedikit memberi uraian berikut ini.yait;
1. Seni bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana.
2. Seni rupa
Tradisi islam tidak menggambarkan bentuk manusia/hewan. Seni ukui relief yang menghias masjid, makam islam berupa saluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula sinkretisme, agar dapat keserasian.
3. Aksara dan seni sastra
Tersebarnya agama islam ke indonesia maka berpengaruh terhadap bidang akasara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulsan arab, bahkan berkembang tulisan arab melayuatau biasanya dikenal dengan istilah arab gundul yaitu tulisan arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a,i,u seperti laszimnya tulisan arab. Disamping itu juga, huruf arab berkembang menjadi seni kaligrafiyang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran. Sedangkan dalan seni sastra yang berkembang pada awal periode islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh hindu-budha dan sastra islam yang banyak mendapat pengaruh persia.
Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan atau aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf arab melayu(arab gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman hindu.
3.C. Integrasi bangsa indonesia
1. Pengertian Nation dan Negara Indonesia
JIika kita mendengar atau membaca istilah nation indonesia dan negara indonesia. Apakah terlintas dalam pikiran kita bahwa keduanya memiliki pengertian yang sama? Pada dasarnya antara nation indonesia maupun negara indonesia memiliki pengertian yang berbeda. menurut Ernest Renan, Nation adalah suatu kesatuan solidaritas, kesatuan yang terdiri dari orang-orang yang saling merasa setiakawan satu sama lain, tetapi nation tidak bergantung pada kesamaan asal ras, suku bangsa,agama ataupun hal-hal lain yang sejenis, karena nation hanyalah merupakan suatu kesepakatan bersama. Untuk itu yang dimaksud dengan nation indonesia adalah kesatuan solidaritas yang didasarkan atas perasaan kebangsaan indonesia, yang berkehendak untuk hidup bersama ditanah air indonesia sebagai suatu bangsa.
Sedangakan pengertian dari negara indonesia yaitu suatu organisasi politik, suatu struktur politik dimana para warga negara adalah anggota dari organisaasi politik besar tersebut. Keanggotaan dalam organisasi negara atau kewarganegaraan di atur oleh aturan hukum, jadi undang-undanglah yang menyatakan apakah seseorang adalah warga negara indonesia atau bukan.
Dari penjelasan tersebut di atas dapatlah dibedakan antara keduanya yaitu dalam negara indonesia, kesatuan solidaritasnya berpedoman pada undang-undang atau terikat pada hukum. Sedangkan dalam nation indonesia, kesatuan solidaritasnya hanya didsarkan pada perasaan kebersamaan atau rasa solidaritas kebangsaan indonesia.
2. Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Sebagai warga negara indonesia tentu kita memahami bahwa masyarakat indonesia beranekaragam atau dikatakan sebagai masyarakat majemuk atau plural. Istilah masyarakat indonesia majemuk pertama kali diperkenalkan oleh furnivall dalam bukunya
Netherlands india, A study of Plural Economy (1967), untuk menggambarkan kenyataan masyarakat indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ras dan etnis sehingga sulit berkata dalam satu kesatuan sosial politik, kemajuan masyarakat indonesia ditunjukkan oleh struktur masyarakatnya yang unik, karena beranekaragam dalam bebagai hal.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa kemajemukan indonesia tampak pada perbedaan warga masyarakat secara horizontal yang terdiri atas berbagai ras, suku bangsa, agama, adatdan perbedaan-perbedaan kedaerahan.Menurut Robertson (1977), ras merupakan pengelompokan manusia berdasarkan ciri-ciri warna kulit dan fisik tubuh tertentu yang diturunkan secara turun-temurun. Untuk itu ras yang hidup di indonesia antar lain ras melayu mongoloid, weddoid, dan sebagainya. Sedangkan untuk suku bangsa atau etnis yang tersebar di indonesia sangatlah beranekaragam, dan menurut Hilldred Geertz di indonesia terdapat lebih dari 300 suku bangsa, dimana masing-masing memiliki bahasa dan identitas kebudayaan yang berbeda.
Dengan demikian keanekaragaman tersebut merupakan suatu warna dalam kehidupan, dan warna-warna tersebut akan menjadi serasi, indah apabila ada kesadaran untuk senantias menciptakan dan menyukai keselarasan dalam hidup melalui persatuan yang indah yang diwujudkan melalui integrasi.
3. Proses Integrasi Bangsa Indonesia
Menurut Hendropuspito oc dalam bukunya “ Sosiologi Sistematik”istilah integrasi berasal dari kata latin integrare yang berarti memberikantempat dalam suatu keseluruhan. Dari kata tersebut maka menurunkan kata integritas yang berarti keutuhan atau kebulatan dan integrasi berarti membuat unsur-unsur tertentu menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh. Secara umum integrasi diartikan sebagai pernyataan secara terencana dari bagian-bagian yang berbeda menjadi satu kesatuan yang serasi.
Kata integarasi berkaiotan erat dengan terbentuknya suatu bangsa, karena suatu bangsa terdiri dari berbagai unsur seperti suku/etnis, ras, kepercayaan dan sebagainya, yang beranekaragam. Untuk itu integrasi suatu bangsa terjadi karena adanya perpaduandai berbagai unsur tersebut, sehingga terwujud kesatuan wilayah, kesatuan politik, ekonomi, sosial maupun budaya yang membentuk jati diri bangsa tersebut. Integrasi bangsa tidak terjadi begitu saja, tetapi memerlukan suatu proses perjalanan waktu yang panjang yang harus diawali adanya kebersamaan dalam kehidupan. Kebersamaan tersebut memiliki arti yang luas yaitu kebersamaan hidup, kebersamaan pola pikir, kebersamaan tujuan dan kebersamaan kepentingan.
Dengan demikian integrasi suatu bangsa dilandasi oleh cita-cita dan tujuan yang sama, adanya saling pendekatan dan kesadaran untuk bertoleransi dan saling menghormati. Demikian pula untuk integrasi bangsa, mengingat indonesia sebagai bangsa yang majemuk dan memiliki keanekaraganan budaya. Maka sangat memerlukan proses integrasi, karena dampak dari kemaemukan ini sangat potensial terjadinya konflik/pertentangan. Kecenderungan terjadinya konflik di indonesia sangatlah besar, untuk itu hendaknya setiap warga masyarakat si indonesia harus menyadari dan mempunayi ciyta-cita bersama sebagai bangsa indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
G. Moedjanto, Negara dan nasionalisme indonesia, PT. Grasindo, jakarta,1995
R. Soekmono, Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, Kanisius, Yogyakarta, 1985
Nugroho Notosusanto, dkk, Sejarah Nasional Indonesia 111, Depdikbud, jakarta, 1992
Sardiman A.M. dan kusriyantinah, Sejarah Nasional dan Sejarah Umum, kendang sari, Surabaya, 1995.
Harsya W. Bachtiar, Integrasi Nasional Indonesia, jakarta, 1995
Labels:
Tentang Islam
Konsep-Kosep Dalam Ilmu Politik
Definisi Kekuasaan
Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang unuk untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan tertentu.
Kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat baik yang masih bersahaja maupun yang sudah besar atau rumit susunannya . Akan tetapi walaupun selalu ada kekuasaan tidak dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat. Justru karena pembagian yang tidak merata tadi, timbul makna yang pokok dari kekuasaan, yaitu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain untuk kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.
Jadi kekuasaan dapat didefinisikan sebgaai hasil pengaruh yang diinginkan seseorang atau sekelompok orang. Sehingga dengan demikian dapat merupakan suatu konsep kuantitatif, karena dapat dihitung hasilnya. Misalnya berapa luas wilayah jajahan seseorang, berapa banyak orang yang berhasil dipengaruhi, berapa lama yang bersangkutan , berkuasa, berapa banyak uang dan barang yang dimilikinya dan lain-lain.
Dari uraian tersebut diatas, berarti secara filsafati kekuasaan dapat meliputi ruang, waktu, barang dan manusia. Teatapi pada ghaibnya kekuasaan itu ditujukan pada diri manusia, terutama kekuasaan pemerintahan dalam negara.
Desinisi Kebijaksanaan (pemerintah)
Perhatian utama kepemimpinan pemerintahan adalah public policy(kebijaksanaan pemerintah), yaitu apapun juga yang dipilh pemerintah, apakah mengerjakan sesuatu itu, atau tidak mengerjakan sama sekali sesuatau itu (whatever government choose to do or not to do).
Hal ini sangat penting untuk mengatasi keadaan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, karena masyarakat bukan hanya menilai apa yang dilaksanakan pemerintah saja, tetapi juga apa yang tidak dilaksanakan pemerintah. Coba bayangkan bagaimana kalau pemerintah mendiamkan terjadinya wabah penyakit, meningkatnya tindak kejahatan seperti; perkosaan, penculikan, perampokan dan sebagainya.
Pemerintah bahkan dapat mengatur konflik untuk mencapai konsensus, sehingga pada gilirannya pemerintah dapat mengambil muka dengan peranannya sebagai penengah atau pelindung(protector). Ingat Adolf Hitler menjelang perang dunia 2, atau Imam Ayatullah Rohullah Khomeini menjelang kepergian Shah iran. Atau pemerintah juga dapat membagi-bagi hadiah penghargaan dan bantuan menjelang pemilu(ingat mu’awiyah bin abi sufyan menjelang bai’at yazid putranya).
Jadi, public policy dapat menciptakan situasi dan dapat pula diciptakan oleh situasi.
Ketua MA: Definisi Kepentingan Umum Jadi Problem
Esensi persoalan Peraturan Presiden No 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum terletak pada definisi kepentingan umum dan jaminan kompensasi bagi masyarakat.
Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan, Jumat (17/6), seusai melakukan kunjungan kerja di Pengadilan Negeri Boyolali. Dalam Perpres No 36 Tahun 2005, kepentingan umum didefinisikan sebagai kepentingan sebagian besar masyarakat.
Menurut Bagir, pada dasarnya pemerintah dimungkinkan untuk mencabut hak milik pribadi demi kepentingan umum. Hal ini merupakan suatu yang sudah lama ada, khususnya di Indonesia pernah diatur dalam UU No 20 Tahun 1961. Bahkan, hampir seluruh negara mempunyai peraturan seperti itu.
"Yang harus dipersoalkan, dalam perspektif akademisi, apa definisi kepentingan umum supaya tidak disalahgunakan. Misalnya, dikatakan untuk kepentingan umum, tahu-tahu jadi hotel. Memang banyak orang umum yang masuk ke hotel, tapi apa bisa diartikan seperti itu," tuturnya.
Menurutnya, definisi kepentingan umum adalah kepentingan orang banyak yang untuk mengaksesnya, tidak mensyaratkan beban tertentu. Ia mencontohkan, kepentingan umum pembuatan jembatan yang orang bisa melewatinya tanpa harus membayar berbeda dengan jika masuk hotel yang harus membayar.
Perpres No 36 Tahun 2005 itu memicu kritik dari berbagai kalangan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pemerintah mencabut perpres tersebut, sementara Komisi II DPR meminta Presiden merevisi perpres tersebut. Aktivis lembaga swadaya masyarakat di berbagai daerah berunjuk rasa untuk menentang perpres tersebut
PENYELENGGARAAN NEGARA.
Pada Pasal 20 UU No 28/1999 defenisi penyelenggara negara adalah pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, pejabat negara pada lembaga tinggi, menteri, gubernur, hakim, pejabat negara lain sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Karena itu, kata dia, KPK dan Partnership mengusulkan batasan penyelenggara negara yang wajib melaporkan LHKPN adalah sebagai berikut: pertama, penyelenggara negara yang diatur dalam UU No 28/1999. Kedua, penyelenggara negara yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No 03/M.PAN/01/2005. Ketiga, jabatan di luar penyelenggara negara tapi yang diatur dalam UU untuk melaporkan LHKPN seperti calon anggota MK dan calon anggota KY. Keempat pejabat lain yang memiliki jabatan strategis dan potensial untuk melakukan tipikor.
"Intinya, semua yang menjalankan fungsi eksekutif, legeslatif, dan yudikatif. Jadi lebih pada fungsinya, bukan pada jabatannya," ujarnya.
KONFLIK:
Definisi ‘Konflik’:
‘Konflik’ berasal mula dari kata asing conflict yang pada gilirannya berasal dari kata confligere < com (yang berarti ‘bersama’ atau ‘bersaling-silang’) + fligere (yang berarti ‘tubruk’ atau ‘bentur’). Didefinisikan secara bebas dari arti harafiahnya itu, ‘konflik’ adalah ‘perbenturan’ antara dua pihak yang tengah berjumpa dan bersilang jalan pada suatu titik kejadian, yang berujung pada terjadinya benturan. Komflik itu pada umumnya didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang timbul karena adanya niat-niat bersengaja antara pihak-pihak yang berkonflik itu. Dalam peristiwa seperti ini, konflik akan merupakan suatu pertumbukan antara dua atau lebih dari dua pihak, yang masong-masing mencoba menyingkirkan pihak lawannya dari arena kehidupan bersama ini, atau setidak-tidaknya menaklukkannya dan mendegradasikan lawannya itu ke posisi yang lebih tersubordinasi.
Konflik itu bisa bersifat laten alias terpendam dan/atau “tertidur”, tetapi bisa pula bersifat manifes alias terbuka. Konflik bisa pula bermula dari perbedaan kepentingan yang materiil-ekonomik dan yang serba fisikal itu, akan tetapi bisa pula bermula dari perbendaan dan pertentangan kepentingan ideologi atau asas moral yang serba simbolik. Apapun wujudnya, konflik itu selalu merefleksikan tidak adanya toleransi atas eksistensi pihak lain, suatu intoleransi yang timbul hanya karena adanya perbedaan -- dan bahkan pertentangan --.kepentingan dan/atau paham dengan pihak lain itu. Tiadanya toleransi seperti itu mungkin saja cuma bermula dari rasa cemburu dan curiga, akan tetapi yang pada akhirnya akan berujung pada timbulnya rasa khawatir akan terancamnya eksistensi atau posisinya yang selama ini dominan.
Kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang unuk untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan tertentu.
Kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat baik yang masih bersahaja maupun yang sudah besar atau rumit susunannya . Akan tetapi walaupun selalu ada kekuasaan tidak dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat. Justru karena pembagian yang tidak merata tadi, timbul makna yang pokok dari kekuasaan, yaitu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain untuk kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.
Jadi kekuasaan dapat didefinisikan sebgaai hasil pengaruh yang diinginkan seseorang atau sekelompok orang. Sehingga dengan demikian dapat merupakan suatu konsep kuantitatif, karena dapat dihitung hasilnya. Misalnya berapa luas wilayah jajahan seseorang, berapa banyak orang yang berhasil dipengaruhi, berapa lama yang bersangkutan , berkuasa, berapa banyak uang dan barang yang dimilikinya dan lain-lain.
Dari uraian tersebut diatas, berarti secara filsafati kekuasaan dapat meliputi ruang, waktu, barang dan manusia. Teatapi pada ghaibnya kekuasaan itu ditujukan pada diri manusia, terutama kekuasaan pemerintahan dalam negara.
Desinisi Kebijaksanaan (pemerintah)
Perhatian utama kepemimpinan pemerintahan adalah public policy(kebijaksanaan pemerintah), yaitu apapun juga yang dipilh pemerintah, apakah mengerjakan sesuatu itu, atau tidak mengerjakan sama sekali sesuatau itu (whatever government choose to do or not to do).
Hal ini sangat penting untuk mengatasi keadaan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, karena masyarakat bukan hanya menilai apa yang dilaksanakan pemerintah saja, tetapi juga apa yang tidak dilaksanakan pemerintah. Coba bayangkan bagaimana kalau pemerintah mendiamkan terjadinya wabah penyakit, meningkatnya tindak kejahatan seperti; perkosaan, penculikan, perampokan dan sebagainya.
Pemerintah bahkan dapat mengatur konflik untuk mencapai konsensus, sehingga pada gilirannya pemerintah dapat mengambil muka dengan peranannya sebagai penengah atau pelindung(protector). Ingat Adolf Hitler menjelang perang dunia 2, atau Imam Ayatullah Rohullah Khomeini menjelang kepergian Shah iran. Atau pemerintah juga dapat membagi-bagi hadiah penghargaan dan bantuan menjelang pemilu(ingat mu’awiyah bin abi sufyan menjelang bai’at yazid putranya).
Jadi, public policy dapat menciptakan situasi dan dapat pula diciptakan oleh situasi.
Ketua MA: Definisi Kepentingan Umum Jadi Problem
Esensi persoalan Peraturan Presiden No 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum terletak pada definisi kepentingan umum dan jaminan kompensasi bagi masyarakat.
Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan, Jumat (17/6), seusai melakukan kunjungan kerja di Pengadilan Negeri Boyolali. Dalam Perpres No 36 Tahun 2005, kepentingan umum didefinisikan sebagai kepentingan sebagian besar masyarakat.
Menurut Bagir, pada dasarnya pemerintah dimungkinkan untuk mencabut hak milik pribadi demi kepentingan umum. Hal ini merupakan suatu yang sudah lama ada, khususnya di Indonesia pernah diatur dalam UU No 20 Tahun 1961. Bahkan, hampir seluruh negara mempunyai peraturan seperti itu.
"Yang harus dipersoalkan, dalam perspektif akademisi, apa definisi kepentingan umum supaya tidak disalahgunakan. Misalnya, dikatakan untuk kepentingan umum, tahu-tahu jadi hotel. Memang banyak orang umum yang masuk ke hotel, tapi apa bisa diartikan seperti itu," tuturnya.
Menurutnya, definisi kepentingan umum adalah kepentingan orang banyak yang untuk mengaksesnya, tidak mensyaratkan beban tertentu. Ia mencontohkan, kepentingan umum pembuatan jembatan yang orang bisa melewatinya tanpa harus membayar berbeda dengan jika masuk hotel yang harus membayar.
Perpres No 36 Tahun 2005 itu memicu kritik dari berbagai kalangan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pemerintah mencabut perpres tersebut, sementara Komisi II DPR meminta Presiden merevisi perpres tersebut. Aktivis lembaga swadaya masyarakat di berbagai daerah berunjuk rasa untuk menentang perpres tersebut
PENYELENGGARAAN NEGARA.
Pada Pasal 20 UU No 28/1999 defenisi penyelenggara negara adalah pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, pejabat negara pada lembaga tinggi, menteri, gubernur, hakim, pejabat negara lain sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Karena itu, kata dia, KPK dan Partnership mengusulkan batasan penyelenggara negara yang wajib melaporkan LHKPN adalah sebagai berikut: pertama, penyelenggara negara yang diatur dalam UU No 28/1999. Kedua, penyelenggara negara yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No 03/M.PAN/01/2005. Ketiga, jabatan di luar penyelenggara negara tapi yang diatur dalam UU untuk melaporkan LHKPN seperti calon anggota MK dan calon anggota KY. Keempat pejabat lain yang memiliki jabatan strategis dan potensial untuk melakukan tipikor.
"Intinya, semua yang menjalankan fungsi eksekutif, legeslatif, dan yudikatif. Jadi lebih pada fungsinya, bukan pada jabatannya," ujarnya.
KONFLIK:
Definisi ‘Konflik’:
‘Konflik’ berasal mula dari kata asing conflict yang pada gilirannya berasal dari kata confligere < com (yang berarti ‘bersama’ atau ‘bersaling-silang’) + fligere (yang berarti ‘tubruk’ atau ‘bentur’). Didefinisikan secara bebas dari arti harafiahnya itu, ‘konflik’ adalah ‘perbenturan’ antara dua pihak yang tengah berjumpa dan bersilang jalan pada suatu titik kejadian, yang berujung pada terjadinya benturan. Komflik itu pada umumnya didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang timbul karena adanya niat-niat bersengaja antara pihak-pihak yang berkonflik itu. Dalam peristiwa seperti ini, konflik akan merupakan suatu pertumbukan antara dua atau lebih dari dua pihak, yang masong-masing mencoba menyingkirkan pihak lawannya dari arena kehidupan bersama ini, atau setidak-tidaknya menaklukkannya dan mendegradasikan lawannya itu ke posisi yang lebih tersubordinasi.
Konflik itu bisa bersifat laten alias terpendam dan/atau “tertidur”, tetapi bisa pula bersifat manifes alias terbuka. Konflik bisa pula bermula dari perbedaan kepentingan yang materiil-ekonomik dan yang serba fisikal itu, akan tetapi bisa pula bermula dari perbendaan dan pertentangan kepentingan ideologi atau asas moral yang serba simbolik. Apapun wujudnya, konflik itu selalu merefleksikan tidak adanya toleransi atas eksistensi pihak lain, suatu intoleransi yang timbul hanya karena adanya perbedaan -- dan bahkan pertentangan --.kepentingan dan/atau paham dengan pihak lain itu. Tiadanya toleransi seperti itu mungkin saja cuma bermula dari rasa cemburu dan curiga, akan tetapi yang pada akhirnya akan berujung pada timbulnya rasa khawatir akan terancamnya eksistensi atau posisinya yang selama ini dominan.
Labels:
ilmu politik
JURNALISTIK DASAR
PENDAHULUAN
Radio menempatkan diri sebagai medium penyiaran berita aetara dengan media strategi lainnya, seperti media cetak dan televise. Perkembangan jurnalistik radio di indonesiadari segi umur masih bayi, bahkan baru “lahir kembali” ketika mentri penerangan M Yunus yosfiah mengeluarkan surat edara nomer 134/ SK/MENPEN/1998 tertanggal 5 juni 1998, yang berisi pengurangan”kewajiban”relay warta berita RRi dari empat belas kali menjadi tiga kali sehari, pemberian izin bagi radio swasta untuk membuat dan menyiarkan berita sendiri, intonasi maupun gaya bahasa jurnalistik yang sesuai dengan sekmen pendengar radio bersangkutan.
Dengan adanya jurnalistik radio mahasiswa dapat berlatih menjadi reporter yang sekaligus penyiar radio dan penyiar yang juga reporter radio, tercakup tiga komponen yang esensial yaitu kemauan mahasiswa untuk berlatih, keinginan instruktur untuk memeriksa tugas, dan modul yang bisa dipakai berlatih sendiri. Bila ketiga komponen ini dialamatkan kepengajaran jurnalistik radio di perguruan tinggi, kita akan sedih, sebab ketiganya tidak tersedian dengan baik. Kita lihat jarang sekali mahasiswa yang mau mengalami pertubian (drilling) dalam waktu yang cukup lama mereka cendrung berlatih hannya untuk memenuhi kewajiban yang diberikan instuktur, mereka seolah-olah berpendapat bahwa latihan bukan untuk mereka melainkan untuk isntruktur.
Gambaran instruktur dalam mengajarkan jurmalistik radio dipergururan tinggi juga tak kalah suramnya. Tidak banyak diantara mereka yang bersedia memeriksa tugas mahsiswa secara rinci hingga sebuah tugas dikerjakan oleh mahasiswa secara benar. Tidak banyak diantara mereka yang dengan penuh penahanan diri menunjukkan kelemahan mahasiswa dalam mengerjakan tugas dan memperlihatkan bagaimana sebuah tugas tersebut harus dikerjakan secara sempurna. Maka mahasiswa pun merasa tidak nyaman dalam mengerjakan tugas-tugas mereka.
A. Definisi Berita Radio
Radio merupakan media auditif (hanya bisa didengar), tetapi murah, merakyat, dan bisa dibawa atau didengarkan dimana-mana. Radio berfungsi sebagai media ekspresi, komunikasi, informasi, pendididikan dan hiburan. Radio memiliki kekuatan terbesar sebagai media imajinasi, sebab sebagai media yang buta radio menstimulasi begitu banyak suara, dan berupaya menvisualisasikan suara penyiar ataupun informasi faktual melalui telinga pendengarnya.
Jurnalistik adalah segala hal yang menyangkut proses perencanaan, meliput, memproduksi dan melaporkan sebuah fakta menjadi berita .jika dalam media cetak pengertian berita adalah peristiwa yang di ulangi, maka dalam radio berita adalah peristiwa yang dikomunikasikan kepada pendengar pada saat yang bersamaan dengan peristiwanya. Jika proses mengulangi itu menyangkut rekonstruksi itu berlangsung secara spontan, dalam hitungan detik, sehingga dibutuhkan ketajaman mengendus substansi berita yang menarik dan keahlian menyampaikannya secara langsung dan interaktif.
Sebetulnya belum ada definisi yang sangat tepat untuk mengartikan istilah radio news, kecuali kesepakatan bahwa News is business. Sebagai bahan perbandingan, ada beberapa pendapat pakar radio yang bisa diacu yaitu:
1. Paul D. Maessenner, dalam bukunya Here’s the news. News adalah sebuah informasi yang baru tentang suatu peristiwa yang penting dan menarik perhatian serta minat pendengar berita radio dapat pula berarti apa yang terjadi saat ini, apa yang segera terjadi dan apa yang akan terjadi.
2. Prof mitchel V. Charnley, dalam bukunya”Reporting” News adalah laporan tentang fakta atau opini yang menarik perhatian dan penting, yang dibutuhkan sekolompok masyarakat. Jeams M. Neal dan mitchel V. Chanrley mengartikan berita radio sebagai laporan tentang suatu peristiwa, opini kecendrungan situasi, kondisi, interpretasi yang penting, menarik, masih baru, dan harus secepatnya disampaikan kepada khalayak.
3. Curtis Beckmann, Post president RTND. News diartikan sebagai laporan atau opini atau peristiwa yang penting bagi sejumlah besar khalayak. Berita yang besar adalah liputan opini atau peristiwa yang sangat dibutuhkan pula oleh orang .
Dari beberapa literature diatas dapat dikatakan bahwa definisi berita radio adalah suatu kajian laporan berupa fakta dan opini yang mempunyai nilai berita penting dan menarik bagi sebanyak mungkin orang, dan disiarkan melalui media radio secara berkala. Berita radio menjawab persoalan apa yang terjadi, dan bagaimana peristiwa tersebut berlangung.
B. Karakter Berita Radio.
Karater berita radio dapat ditentukan menjadi empat macam :
1. segera dan cepat; laporan berita/opini di radio sesegera mungkin dilakukan untuk mencapai kepuasan pendengar dan mengoptimalkan sifat kesegeraannya sebagai kekuatan radio.
2. actual dan factual; berita radio adalah hasil liputan peristiwa /opini yang segar dan akurat sesuai fakta yang sebelumnya tidak diketahui banyak khalayak.
3. penting bagi masyarakat luas; harus ada kekuatan dan nilai berita (news value) yang berlaku dalam pengertian jurnalistik secara umum, guna memenuhi kepentingan masyarakat.
4. relevan dan berdampak luas; masyarakat sebagai pendengar merasa membutuhkannya dan akan mendapatkan manfaat dari berita radio, yaitu pengetahuan, pengertian dan kemampuan bersikap/ mengambil keputusan tertentu sebagai respons atas sebuah berita
C. fungsi Sosial Radio
Di dalam proses komunikasi social, peran ideal radio sebagai media publik adalah mewadahi sebanyak mungkin kebutuhan dan kepentingan pendengarnya. Ada tiga bentuk kebutuhan, yaitu inforrmasi, pendidikan, dan hiburan. Tidak terpenuhinya salah atu kebutuhan tersebut akan membuat radio kehilangan fungsi social, kehilangan pendengar, dan pada akhirnya akan digugat masyarakat sebab tidak berguna bagi mereka. Para insane radio dewasa ini sadar betul bahwa puisi social mereka sedang di sorot. Program hiburan sebagai primadona harus dikaji ulang kembali, guna disinergikan dengan program informasi, sekecil apapun persentasinya. Konsep acara infotaiment menjadi jawaban awal terhadap upaya kolaborasi musik sebagai symbol program hiburan dengan berita sebagai symbol informasi pendidikan. Hanya saja, pendengar dan juga insan radio sendiri tentu tidak pernah merasa puas jika hanya berhenti sampai disitu. Apalagi jika idealismenya tidak tersalurkan secara maksimal pada satu bentuk program saja.
Ada beberapa tingkatan tingakatan peran social yang diemban radio dalam kapasitasnya sebagai media public, atau yang dikenal dalam konsep radio for society.
Pertama radio sebagai media penyampaian informasi dari satu pihak kepihak lain. Kedua,radio sebagai sarana mobilisasi pendapat public untuk mempengaruhi kebijakan. Ketiga, radio sebagai sarana untuk mempertemukan dua pendapat berbeda atau diskusi untuk mencari solusi bersama yang saling menguntungkan. Keempat, radio sebagai sarana untuk mengikat kebersamaan dalam semangat kemanusiaan dan kejujuran. Beberapa fungsi tersebut bisa di emban sekaligus, tetapi ada kalanya hanya salah satu saja. Yang penting adalah konsistensi dan optimalisasi pada suatu peran.
D. Sikap kritis masyarakat
Dalam pemahaman modern pendengar radio bukan lagi objek yang menggunakan telinga untuk menyimak sebuah acara. Mereka juga menggunakan nalar pikir dan sekaligus empati, sehingga membentuk sikap kritis, jika program yang ditayangkan radio tidak sesuai maka, sikap mereka tidak sekedar memindah channel atau gelombang ke stasiun lain, tetapi akan bersikap anti pati terhadap stasiun yang dinilai mengecewakan. Sebagai contoh, dominasi menu hiburan yang muncul diradio menimbulkan kebosanan jika tidak mampu menyuguhkan vareasi program. Dan salah satu pertimbangan untuk memfareasikan program adalah sikap memberdayakan pendengar dengan memberikan mereka suguhan informasi yang bersifat actual dan yang dapat mencerdaskan intelektual pendengarnya.
Sikap masyarakat terhadap radio makin kritis, bahkan diera reformasi ini cederung makin “brutal”. Fenomena ini seharusnya membuat stasiun radio tertantang untuk membenahi bagian-bagian yang masih “bolong” menuju radio yang professional dalam melayani kebutuhan masyarakat.
Berkaitan dengan fungsi social sebagai sarana diskusi, apakah mengudarakan sikap kritis masyarakat merupakan visi yang harus dipilih radio masa depan. Dengan cara seperti itu, sebuah radio bisa mengikuti pertumbuhan masyarakat yang dan ikut serta mengelola berbagai potensi distruktif yang mungkin timbul dari sikap kritis itu, menjadi arena diskusi yang hangat, bersahabat dan intelek, jauh dari kerusuhan massa. Radio bisa “memindahkan” kerusuhan dilapangan yang penuh darah menjadi kerusuhan diudara yang penuh perdebatan intelektual.
E. Tuntutan Pasar Komersial
Sejak radio informasi (news radio) menjamur di indonesia, khususnya Jakarta, yogyakarta, dan Surabaya; pemeo bahwa berita tidak bisa “menjual”dan “dijual”, dalam konotasi komersial, tidak berlaku lagi. Radio informasi ternyata mampu eksis bahkan menempati rating pendengar tertinggi dalam setiap survey. Jarang pula terdengar ada radio informasi yang gulung tikar, sebagaimana terjadipada radio hiburan. Persoalan informasi radio tidak bisa dijual ternyata bukan terletak pada isi informasinya, melainkan pada kemasan dan sasaran pendengar yang dituju. Oleh kaena itulah, pada saat iniberbagai pelatihan digelar bahkan melalui bantuan doanasi asing, denagan sasaran memperbaiki kinerja SDM jurnalis radio dfalam mengemas sajian berita. Pada saat yang sama, para pengiklan dan perusahaan besar menunggu hasilnya untuk diajak bekerja sama.
F. Pers Radio Makin Dilirik
Walaupun dibandingkan dengan media cetak dan televisi, jurnalistik radio dianggap sebagai “anak kecil”, namun menjelang dan sesudah reformasi, radio menjadi bagian yang sangat penting dalm kehidupan pers dan kehidupan masayarakat yang sadar akan informasi.
Keasadaran yang muncul dikalangan pengelola (owner) dan praktisi(broadcaster) bahwa radio merupakan media informasi strategis, mendapatkan momentum yang sangat tepat. Seperti menemukan kembali”anak hilang”, yaitu program informasi, radio berlomba menyajikan berita sebaik mungkin, baik dari segi materi maupun pengemasannya .
Gairah untuk menyajikan berita itu dapat dilihat dalam dua pendekatan sosiologis. Pertama, kesadaran makin berkembang dikalangan insane radio bahwa sebagai institusi social yang terikat dengan dinamika social masyarakat pendengarnya. Dinamika yang berkembang dimasyarakat merupakan sumber inspirasi yang terus menerus harus diikuti radio sebagai media publik, jika ia tidak mau ditinggalkan pendengar.
Kedua, perubahan sosial dimasyarakat layak dicatat sebagai pendorong utama berkiprahnya radio, terutama radio swasta dalam menyajikan informasi. Selain perubahan yang bersifat makro,yaitu meningkatnya sikap kritis masayarakat terhadap pemerintah dan media massa, perubahan itu juga menyangkut pergeseran budaya dengar sari pasif menjadi aktif, dan dari entertainment minded ke information minded. Sekarang ini makin sussah menemukan masyarakat pendengar yang suka dipanggil sebagai hanya pendengar musik. Merak lebih suka dipanggil sebagai pendengar warta dengan berbagai alas an rasional. Pada saatnya nanti, persepsi masyarakat akan berubah terhadap radio, dari media hiburan menjadi media informasi dan pendidikan.
Karena wujudnya yang bersifat melayani(serve) bukan sekadar menginformasikan (to inform) maka program jurnalistik di radio sangat terasa manfaatnya, misalnya; siaran informasi lebaran(Arus mudik dan Balik), baik yang digelar RRI maupun radio swasta.
Tiga alas an mengapa jurnalisme radio makin dilirik, karena sifat ketersegeraan (actuality), format kemasan (body style) dan lokalitasnya. Prinsipberita hari ini baca hari ini, mungkin masih bisa dikejar oleh media cetak, tetapi jika berita detik ini dengarkan detik ini juga, hanya radio yang bisa melakukannya. Media online seperti Detik.com sekalipun harus membutuhkan jeda waktu sejumlah detik untuk menayangkan berita dari reporter lapangannya. Sementara itu, reporter radio bia melaporkan secara langsung peristiwa serupa, bahkan mengajak pendengar untuk berinteraksi memberikan tanggapan terhadap peristiwa actual yang sedang dilaporkannya. Berita radio yang tersaji secara langsung menjadi primadona karena aktualitas dan objektivitasnya terejamin tanpa rekayasa ulang dari redaktur atau reporter lapangan.
kemasan berita radio dewasa ini makin bervariasi, sehingga memudahkan masyarakat pendengar untuk memilih kemasan yang pas buat mereka, dan mencatat waktu penyiaran yang sesuai dengan kesibukan mereka. Seperti halnya media cetak dan televise, program berita di radio tidak berhenti pada berita pendek(straight news), tetapi juga berbentuk bulletin, feature, bahkan investigative news. Diantara sekian bentuk itu, format interaktif merupakan pilihan pavorit, karena pendengar dapat berposisi ganda, sebagai responden sekaligus reporter. Jika dibandingkan dengan televisi, keunggulan berita radio adalah sifat imajinatifnya. Kemasan auditif yang tersaji kepada pendengar dapat merangsang mereka untuk membayangkan suasana peristiwa yang sebenarnya dan melibatkan mereka dalam peristiwa itu secara imajiner. Berita radio yang sukses adalah berita yang mampu menggugah emosi pendengarnya.
Kalaupun berita radio telah makin dilirik masyarakat, bukan berarti insan radio harus berbangga diri dan optimis. Sebabpersoalan krusial justru sedang menghadang dan memerlukan solusi dini. Persoalan itu menyangkut SDM dan etika jurnalistik. Sebagi “pendatang baru” dalam kancah reportase, reporter radio masih dihinggapi sejumlah penyakit, seperti minder dan kesulitan beradaptasi akibat miskin petualangan.
Sedangkan masalha etiak idak kalh krusialnya. Moralitas reporter yang baik selama dilapangan akan ditentukan oleh tingkat kesejahteraan, penghargaan terhadap karya, dan lingkungan perusahaan yang kondusif sebagai “kawah candradimuka” intelektual. Pada dasarnya, reporter adlah seorang intelektualyang berkaca pada hati nurani ketika meliput sebuah peristiwa dan menghadapi sebuah godaan seperti amplop dan teror fisik.
Kesediaaan untuk mengantisipasipersoalan tersebut akan mempermudah cara penyelesaiannya, sebab dari sudut jumlah dan budaya interaksi, reporter radio relative masih sedikit, sehingga dalam masalah pembinaan dan pengawasan relative lebih mudah pula. Akan tetapi, itu tentu hanya bisa terjadi jika aa niat baik dari pemilik perusahaan radio, dan reporter itu sendiri. Keduanya dapat belajar, baik dari “buruknya” cermin insane media cetak dan televisi, maupun dari mereka yang telah berhasil menjaga citra diri dengan baik di mata masyarakat.
G. Prinsip Penulisan
Pada prinsip penulisan radio terdapat antara lain;
A. ELF-(Easy listening formula). Susunan kalimat yang jika diucapkan enak didengar dan mudah dimengerti pada pendengaran pertama.
B. KISS(keep it simple and short).hemat kata, tidak mengumbar kata. Menggunakan kalimat-kalimat pendek dan tidak rumit. Gunakan sedikit mungkin kat sifat dan anak kaliat (adjectives).
C. WTYT(write the way you talk). Tulisan sebagaimana diucapkan. Menulis untuk “disuarakan”, bukan untuk dibaca.
D. Satu kalimat satu Nafas. Upayakan tidak ada anak kalimat. Sedapat mungkin tiap kalimat bisa disampaikan dalam satu nafas.
Jadi, radio merupakan media auditif (hanya bisa didengar), tetapi murah, merakyat, dan bisa dibawa atau didengarkan dimana-mana.
Jurnalistik adalah segala hal yang menyangkut proses perencanaan, meliput, memproduksi dan melaporkan sebuah fakta menjadi berita
Sebagai bahan perbandingan, ada beberapa pendapat pakar radio yang bisa diacu yaitu:
1. Paul D. Maessenner, dalam bukunya Here’s the news. News adalah sebuah informasi yang baru tentang suatu peristiwa yang penting dan menarik perhatian serta minat pendengar berita radio dapat pula berarti apa yang terjadi saat ini, apa yang segera terjadi dan apa yang akan terjadi.
2. Prof mitchel V. Charnley, dalam bukunya”Reporting” News adalah laporan tentang fakta atau opini yang menarik perhatian dan penting, yang dibutuhkan sekolompok masyarakat. Jeams M. Neal dan mitchel V. Chanrley mengartikan berita radio sebagai laporan tentang suatu peristiwa, opini kecendrungan situasi, kondisi, interpretasi yang penting, menarik, masih baru, dan harus secepatnya disampaikan kepada khalayak.
3. Curtis Beckmann, Post president RTND. News diartikan sebagai laporan atau opini atau peristiwa yang penting bagi sejumlah besar khalayak. Berita yang besar adalah liputan opini atau peristiwa yang sangat dibutuhkan pula oleh orang
Karater berita radio dapat ditentukan menjadi empat macam :
• Segera dan cepat
• Aktual dan factual
• Penting bagi masyarakat luas
• Relevan dan berdampak luas
Di dalam proses komunikasi social, peran ideal radio sebagai media publik adalah mewadahi sebanyak mungkin kebutuhan dan kepentingan pendengarnya. Ada tiga bentuk kebutuhan, yaitu inforrmasi, pendidikan, dan hiburan
Ada beberapa tingkatan tingakatan peran social yang diemban radio dalam kapasitasnya sebagai media public, atau yang dikenal dalam konsep radio for society.
Pertama: radio sebagai media penyampaian informasi dari satu pihak kepihak lain.
Kedua,radio sebagai sarana mobilisasi pendapat public untuk mempengaruhi kebijakan.
Ketiga, radio sebagai sarana untuk mempertemukan dua pendapat berbeda atau diskusi untuk mencari solusi bersama yang saling menguntungkan.
Keempat, radio sebagai sarana untuk mengikat kebersamaan dalam semangat kemanusiaan dan kejujuran. Beberapa fungsi tersebut bisa di emban sekaligus, tetapi ada kalanya hanya salah satu saja.
Sikap masyarakat terhadap radio makin kritis, bahkan diera reformasi ini cederung makin “brutal”.
Radio informasi ternyata mampu eksis bahkan menempati rating pendengar tertinggi dalam setiap survey
Dibandingkan dengan media cetak dan televisi, jurnalistik radio dianggap sebagai “anak kecil”, namun menjelang dan sesudah reformasi, radio menjadi bagian yang sangat penting dalm kehidupan pers dan kehidupan masayarakat yang sadar akan informasi.
DAFTAR PUSTAKA
Masduki, Jurnalistik Radio,¬Lkis Yogyakarta, 2001.
Syamsul Asep M. Romli, Jadi Penyiar itu asyik Lho !, Ujung-Bandung,nuansa, 2007.
Adam, Rainer, dkk, politik dan radio, Friedrich Naumarun Stiftung Jakarta : 2000.
Ashadi siregar, jurnalistik radio, Seminar Radio UNISI FM FDWY yogyakarta :1994.
www.kjpnews.co,nr.
Labels:
Ilmu Komunikasi
Pranata Sosial
PENDAHULUAN
Di antara kita mungkin sudah ada yang telah mengenal apa itu pranata, namun walaupun di antara kita telah yang mengenalnya, kami akan mencoba mengulas kembali tentang pranata tersebut. Supaya kita akan lebih menambah wawasan yang lebih banyak lagi tentang pranata itu.
Pranata sosial merupakan wadah yang memungkinkan untuk berinteraksi menurut pola prilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku di sekitarnya. Namun manusia dapat melakukan banyak aktivitas atau berinteraksi dengan individu-individu. dan Manusia selalu dapat melakukan banyak tindakan antar individu dalam rangka hidup bermasyarakat.
Di antara semua tindakan yang berkelompok perlu diadakan antara tindakan-tindakan yang dilaksanakan menurut pola-pola yang tidak resmi. Sistem-sistem yang terjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi dalam ilmu ilmu sosiologi dan antropologi disebut pranata. Dan akan lebih jelasnya kami akan membahas dalam bab-bab berikutnya.
A. pengertian pranata sosial
Pranata sosial adalah wadah yang memungkinkan masyarakat untuk berinteraksi satu sama lain menurut pola prilaku yang sesuai dengan norma- norma yang berlaku di masyarakat sekitarnya. Menurut Horton dan hunt pranata sosial dalah merupakan adalah suatu hubungan terorganisir yang memperlihatkan nilai-nilai dan prosedur-prosedur yang sama, dan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu dalam masyarakat . Seperti contoh: sekolah adalah sebagai lembaga sosial yang di dalamnya mempunyai aturan-aturan, sehigga dalam proses belajar mengajarnya berjalan dengan baik. Begitupula seperti lembaga masyarakat misalnya bank yang mempunyai aturan tersendiri, dan karyawan-karyawannya bertindak sesuai dengan aturan aturan yang berlaku di lembaga tersebut.
Kemudian manusia melakukan banyak tindakan interaksi antar individu dalam rangka hidup bermasyarakat. Di antara semua tindakannya yang berpola, perlu di adakan perbedaan antara tindakan-tindakan yang di laksanakan dengan pola-pola yang resmi, sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu berinteraksi dengan pola-pola yang resmi, dalam ilmu sosiologi dan antroplogi bisa di sebut pranata.
Pranata dan suatu sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan yang berpola dengan mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam kehidupan masyarakat. Konsep pranata atau instution telah lam berketimbang di pergunakan dalam ilmu sosiologi, dan merupakan suatu konsep dasar yang di uraikan secara panjang lebar dalam banyak buku mengenai ilmu tersebut, sebaliknya dalam ilmu antropologi konsep pranata kurang di perankan.
B. Pranata dan lembaga
Dalam bahasa sehari-hari istilah institution sering dikacaukan dengan istilah institute. Dalam bahasa Indonesia pertukaran arti juga terjadi. Istilah Indonesia untuk institut adalah “lembaga” maka sesuai dengan itu dalam surat kabar dan bahasa popular di Indonesia sering kita baca istilah “dilembagakan”. Padahal antara “pranata” dan “lembaga” harus diadakan perbedaan secara tajam. Pranata adalah system norma atau aturan-aturan yang mengenai suatu aktifitas masyarakat yang khusus, sedangakan lembaga atau institute adalah badan atau organisasi yang melaksakan aktivitasnya.
Lembaga sosial (social institution) mengandug pengertian adanya betuk yang sekaligus juga mengandung pengertian yang anstrak sekaligus norma-norma dan aturan-aturan tertentu yang menjadi ciri lembaga kemasyarakatan. . tokoh lain, R. M. Mcliver dan C. H Page, menjelaskan lembaga kemasyaraktan adalah tata cara atau prosedur yang diciptakan untuk mengatut anatar hubungan manusia yang berkelompok dalam suatu lembaga kemasyaraktan yang disebut dengan asosiasi.
Kenyataan menunjukkan bahwa lembabaga kemasyaraktan itu tak dapat dipisahkan adanya dari kelompok manusia. Dan bahkan juga merupakan bagian dari kebudayaan, dengan demikian ” lembaga” mengandung dua hal yaitu: pertama perangkat norma atau aturan dan satu sistem hubungan sosial, sehingga norma-norma tersebut dipraktekkan diwujudkan
Menurut Soekanto (2002 :1997) secara umum lembaga kemasyarakatan itu untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Ia mengatakan bahwa pada dasaranya lembabag kemasyaraktan mempunyai beberapa fungsi antara lain:
a. memberikan pedoman pada masyarakat, bagaimana bertingkah laku, bersikap didalam menghadapi masalah dalam masyarakat. Terutama yang mengatur kebutuhan menyangkut kebutuhan
b. menjaga kebutuhan masyarakat.
c. Memberikan pegangan kepada masyaarakat untuk mengadakan sisitem pengendalian sosial (sosial control). Artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya
C. Macam-macam pranata sosial
a. Pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan kehidupan kekerabatan, yaitu yang sering disebut kinship atau domistic institution perkawinan, tolong menolong anatar kerabat, pengasuhan anak-anak, sopan santun antar kerabat, sistem istilah kekerabatan dsb.
b. Pranata-pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan manusia dan untuk tata pencaharian hidup, memproduksi menimbun, menyimpan, dan mendistribusikan hasil produksi dan harta pertanian, peternakan, pemburuhan, koperasi, penjualan, penggudangan, perbankan dsb. Feodalisme sebagai suatu sistem hubungan antara pemilik tanah dan penggarap tanah, yang pada hakikatnya mengakibatkan suatu produksi dari hasil tani yang dapat dianggap suatu pranata ekonomi, tetapi sehingga suatu sistem hubungan antara pihak berkuasa dan pihak rakyat sebagai suatu pranata politik.
c. Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan ilmiah menyelami alam semesta disekelilingnya adalan scientific institution. Teologi ilmiah penelitan, pendidikan ilmiah, dsb.
d. Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk menghayatkan rasa keindahannya dan untuk rekreasi adalah westhesic and recreacional institution. Kom/seni rupa, seni suara, seni gerak, seni drama, kesusastraan olahraga dsb.
e. Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk berhubungan dengan berbakti kepada tuhan atau dengan alam ghaib, adalah relegius institution. Com/doa, kenduri, upacara, semedi, bertapa, penyiaran agama, pantangan, himbauan, ilmu dukun dsb.
f. Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk mengatur dan mengelola keseimbangan keksuasan dalam kehidupan dalam masyarakat, adalah political institution com/pemerintahan, demokrasi, kehakiman, kepartaian, kepolisian, ketentaraan dsb.
g. Pranata-pranata yang berfungsi keperluan fisik dan kenyamanan hidup manusia adalah, sociatic institution, com/pemeliharaan, kecantikan, kesehatan, kedokteran, dsb.
Penggolongan tersebut diatas tentu tidak lengkap karena tidak mencakup segala macam pranata yang mungkin ada dalam masyarakat. Kalau dipikirkan secara mendalam dan obyektif maka hal-hal seperti kejahatan banditisme pencurian dsb juga merupakan pranata sosial.
Kemudian penggolongan pranata sosial ada beberapa macam yakni:
1. pranata ekonomi (memenuhi kebutuhan material) bertani industri, bank, koperasi dsb.
2. pranata sosial / memnuhi kebutuhan sosial misalnya ; perkawinan, keluarga sistem kekerabatan pengaturan keturunan.
3. pranata politik atau jalan alat untuk mencapai tujuan bersama dalam hidup bermasyarakta, seperti sistem hokum, sistem kekuasaan, partai, dan wewenang pemerintahan.
4. pranata kepercayaan dan agama kebutuhan spiritual seprti upacara, semidi, tapa, zakat, infaq.
5. pranata pendidikan/ memenuhi kebutuhan pendidikan, seperti BBM, sistem pengetahuan, aturan, kursus, pendidikan keluarga ngaji.
6. pranata kesenian/ memenuhi kebutuhan manusia akan keindahan, seperti seni suara, seni lukis, seni patung, seni drama, dsb.
D. Fungsi pranata
Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan penerangan dan pendidikan manusia, supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna/ pengasuhan anak-anak, pendidikan rakyat, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pemberantasan buta huruf, pendidikan keamanan, pers, perpustakaan umum dsb. Begitu pula dengan adanya suatu lembaga yang ada di masyarakat mengalami suatu fungsi yakni memfungsikan suatu lembaga-lembaga yang ada, semisal sekolah, masjid, musholla, dan lembaga lainnya. Dan di antara beberapa lembaga tersebut di atas dapat berfungsi sebagai tempat untuk mengelompokkan masyarakat untuk di beri bimbingan, supaya masa depannya tidak memburuk.
Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan di atas kami dapat menyempulkan bahwa pranata adalah suatu wadah yang memotivasi masyarakat untuk berinteraksi menurut pola prilaku yang sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
Ada beberapa macam pranata salah-satunya adalah pranata yany berfungsi untuk memenuhi kepentingan hidup bermasyarakat, pranata yang berfungsi untuk keperluan untuk pencaharian hidup, memproduksi, menyempan. dsb
sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian suatu tindakan yang berpola tetap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam kehidupan masyarakat.
Adapula penggolongan pranata sosial
-pranata ekonomi/ memenuhi kebutuhan material.
-pranata sosial/ memenuhi kebutuhan sosial
-pranata politik/ jalan atau alat untuk mencapai tujuanbersama dalam hidup bemasyarakat.
-pranata pendidikan/ memenuhi kebutuhan pendidikan.
-pranata kesenian/ memenuhi kebutuhan manusia akan keindahan dsb.
DAFTAR PUSTAKA
http// massofa, wordpress.com/2007/12/14/pert-9/
asy’ri imam, pengantar sosiologi, usaha nasional, Surabaya.
Koentjaningrat, pengantar ilmu antropologi, renika cipta, Jakarta, 1990
Basrowi Muhammad, soenjono, memahami sosiologi, lutfan sah, media utama, 2004
Di antara kita mungkin sudah ada yang telah mengenal apa itu pranata, namun walaupun di antara kita telah yang mengenalnya, kami akan mencoba mengulas kembali tentang pranata tersebut. Supaya kita akan lebih menambah wawasan yang lebih banyak lagi tentang pranata itu.
Pranata sosial merupakan wadah yang memungkinkan untuk berinteraksi menurut pola prilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku di sekitarnya. Namun manusia dapat melakukan banyak aktivitas atau berinteraksi dengan individu-individu. dan Manusia selalu dapat melakukan banyak tindakan antar individu dalam rangka hidup bermasyarakat.
Di antara semua tindakan yang berkelompok perlu diadakan antara tindakan-tindakan yang dilaksanakan menurut pola-pola yang tidak resmi. Sistem-sistem yang terjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi dalam ilmu ilmu sosiologi dan antropologi disebut pranata. Dan akan lebih jelasnya kami akan membahas dalam bab-bab berikutnya.
A. pengertian pranata sosial
Pranata sosial adalah wadah yang memungkinkan masyarakat untuk berinteraksi satu sama lain menurut pola prilaku yang sesuai dengan norma- norma yang berlaku di masyarakat sekitarnya. Menurut Horton dan hunt pranata sosial dalah merupakan adalah suatu hubungan terorganisir yang memperlihatkan nilai-nilai dan prosedur-prosedur yang sama, dan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tertentu dalam masyarakat . Seperti contoh: sekolah adalah sebagai lembaga sosial yang di dalamnya mempunyai aturan-aturan, sehigga dalam proses belajar mengajarnya berjalan dengan baik. Begitupula seperti lembaga masyarakat misalnya bank yang mempunyai aturan tersendiri, dan karyawan-karyawannya bertindak sesuai dengan aturan aturan yang berlaku di lembaga tersebut.
Kemudian manusia melakukan banyak tindakan interaksi antar individu dalam rangka hidup bermasyarakat. Di antara semua tindakannya yang berpola, perlu di adakan perbedaan antara tindakan-tindakan yang di laksanakan dengan pola-pola yang resmi, sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu berinteraksi dengan pola-pola yang resmi, dalam ilmu sosiologi dan antroplogi bisa di sebut pranata.
Pranata dan suatu sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan yang berpola dengan mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam kehidupan masyarakat. Konsep pranata atau instution telah lam berketimbang di pergunakan dalam ilmu sosiologi, dan merupakan suatu konsep dasar yang di uraikan secara panjang lebar dalam banyak buku mengenai ilmu tersebut, sebaliknya dalam ilmu antropologi konsep pranata kurang di perankan.
B. Pranata dan lembaga
Dalam bahasa sehari-hari istilah institution sering dikacaukan dengan istilah institute. Dalam bahasa Indonesia pertukaran arti juga terjadi. Istilah Indonesia untuk institut adalah “lembaga” maka sesuai dengan itu dalam surat kabar dan bahasa popular di Indonesia sering kita baca istilah “dilembagakan”. Padahal antara “pranata” dan “lembaga” harus diadakan perbedaan secara tajam. Pranata adalah system norma atau aturan-aturan yang mengenai suatu aktifitas masyarakat yang khusus, sedangakan lembaga atau institute adalah badan atau organisasi yang melaksakan aktivitasnya.
Lembaga sosial (social institution) mengandug pengertian adanya betuk yang sekaligus juga mengandung pengertian yang anstrak sekaligus norma-norma dan aturan-aturan tertentu yang menjadi ciri lembaga kemasyarakatan. . tokoh lain, R. M. Mcliver dan C. H Page, menjelaskan lembaga kemasyaraktan adalah tata cara atau prosedur yang diciptakan untuk mengatut anatar hubungan manusia yang berkelompok dalam suatu lembaga kemasyaraktan yang disebut dengan asosiasi.
Kenyataan menunjukkan bahwa lembabaga kemasyaraktan itu tak dapat dipisahkan adanya dari kelompok manusia. Dan bahkan juga merupakan bagian dari kebudayaan, dengan demikian ” lembaga” mengandung dua hal yaitu: pertama perangkat norma atau aturan dan satu sistem hubungan sosial, sehingga norma-norma tersebut dipraktekkan diwujudkan
Menurut Soekanto (2002 :1997) secara umum lembaga kemasyarakatan itu untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Ia mengatakan bahwa pada dasaranya lembabag kemasyaraktan mempunyai beberapa fungsi antara lain:
a. memberikan pedoman pada masyarakat, bagaimana bertingkah laku, bersikap didalam menghadapi masalah dalam masyarakat. Terutama yang mengatur kebutuhan menyangkut kebutuhan
b. menjaga kebutuhan masyarakat.
c. Memberikan pegangan kepada masyaarakat untuk mengadakan sisitem pengendalian sosial (sosial control). Artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya
C. Macam-macam pranata sosial
a. Pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan kehidupan kekerabatan, yaitu yang sering disebut kinship atau domistic institution perkawinan, tolong menolong anatar kerabat, pengasuhan anak-anak, sopan santun antar kerabat, sistem istilah kekerabatan dsb.
b. Pranata-pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan manusia dan untuk tata pencaharian hidup, memproduksi menimbun, menyimpan, dan mendistribusikan hasil produksi dan harta pertanian, peternakan, pemburuhan, koperasi, penjualan, penggudangan, perbankan dsb. Feodalisme sebagai suatu sistem hubungan antara pemilik tanah dan penggarap tanah, yang pada hakikatnya mengakibatkan suatu produksi dari hasil tani yang dapat dianggap suatu pranata ekonomi, tetapi sehingga suatu sistem hubungan antara pihak berkuasa dan pihak rakyat sebagai suatu pranata politik.
c. Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan ilmiah menyelami alam semesta disekelilingnya adalan scientific institution. Teologi ilmiah penelitan, pendidikan ilmiah, dsb.
d. Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk menghayatkan rasa keindahannya dan untuk rekreasi adalah westhesic and recreacional institution. Kom/seni rupa, seni suara, seni gerak, seni drama, kesusastraan olahraga dsb.
e. Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk berhubungan dengan berbakti kepada tuhan atau dengan alam ghaib, adalah relegius institution. Com/doa, kenduri, upacara, semedi, bertapa, penyiaran agama, pantangan, himbauan, ilmu dukun dsb.
f. Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk mengatur dan mengelola keseimbangan keksuasan dalam kehidupan dalam masyarakat, adalah political institution com/pemerintahan, demokrasi, kehakiman, kepartaian, kepolisian, ketentaraan dsb.
g. Pranata-pranata yang berfungsi keperluan fisik dan kenyamanan hidup manusia adalah, sociatic institution, com/pemeliharaan, kecantikan, kesehatan, kedokteran, dsb.
Penggolongan tersebut diatas tentu tidak lengkap karena tidak mencakup segala macam pranata yang mungkin ada dalam masyarakat. Kalau dipikirkan secara mendalam dan obyektif maka hal-hal seperti kejahatan banditisme pencurian dsb juga merupakan pranata sosial.
Kemudian penggolongan pranata sosial ada beberapa macam yakni:
1. pranata ekonomi (memenuhi kebutuhan material) bertani industri, bank, koperasi dsb.
2. pranata sosial / memnuhi kebutuhan sosial misalnya ; perkawinan, keluarga sistem kekerabatan pengaturan keturunan.
3. pranata politik atau jalan alat untuk mencapai tujuan bersama dalam hidup bermasyarakta, seperti sistem hokum, sistem kekuasaan, partai, dan wewenang pemerintahan.
4. pranata kepercayaan dan agama kebutuhan spiritual seprti upacara, semidi, tapa, zakat, infaq.
5. pranata pendidikan/ memenuhi kebutuhan pendidikan, seperti BBM, sistem pengetahuan, aturan, kursus, pendidikan keluarga ngaji.
6. pranata kesenian/ memenuhi kebutuhan manusia akan keindahan, seperti seni suara, seni lukis, seni patung, seni drama, dsb.
D. Fungsi pranata
Pranata-pranata yang berfungsi memenuhi keperluan penerangan dan pendidikan manusia, supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna/ pengasuhan anak-anak, pendidikan rakyat, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pemberantasan buta huruf, pendidikan keamanan, pers, perpustakaan umum dsb. Begitu pula dengan adanya suatu lembaga yang ada di masyarakat mengalami suatu fungsi yakni memfungsikan suatu lembaga-lembaga yang ada, semisal sekolah, masjid, musholla, dan lembaga lainnya. Dan di antara beberapa lembaga tersebut di atas dapat berfungsi sebagai tempat untuk mengelompokkan masyarakat untuk di beri bimbingan, supaya masa depannya tidak memburuk.
Kesimpulan
Dari beberapa pembahasan di atas kami dapat menyempulkan bahwa pranata adalah suatu wadah yang memotivasi masyarakat untuk berinteraksi menurut pola prilaku yang sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
Ada beberapa macam pranata salah-satunya adalah pranata yany berfungsi untuk memenuhi kepentingan hidup bermasyarakat, pranata yang berfungsi untuk keperluan untuk pencaharian hidup, memproduksi, menyempan. dsb
sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian suatu tindakan yang berpola tetap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam kehidupan masyarakat.
Adapula penggolongan pranata sosial
-pranata ekonomi/ memenuhi kebutuhan material.
-pranata sosial/ memenuhi kebutuhan sosial
-pranata politik/ jalan atau alat untuk mencapai tujuanbersama dalam hidup bemasyarakat.
-pranata pendidikan/ memenuhi kebutuhan pendidikan.
-pranata kesenian/ memenuhi kebutuhan manusia akan keindahan dsb.
DAFTAR PUSTAKA
http// massofa, wordpress.com/2007/12/14/pert-9/
asy’ri imam, pengantar sosiologi, usaha nasional, Surabaya.
Koentjaningrat, pengantar ilmu antropologi, renika cipta, Jakarta, 1990
Basrowi Muhammad, soenjono, memahami sosiologi, lutfan sah, media utama, 2004
Labels:
sosial budaya
Subscribe to:
Posts (Atom)