Video of the day

Search This Blog

Saturday, April 10, 2010

Hak, Kewajiban, dan Keadilan

BAB I
PENDAHULUAN

D. Latar Belakang Masalah
Saat ini perbincangan tentang HAM dan keadilan sudah menjadi hal yang biasa. Tak dimanapun, baik media cetak maupun elektronik, memperbincangkan masalah ini. Mulai dari penegakan HAM dan keadilan, sampai pada pelanggaran keduanya.
Ada pertanyaan penting kektika kita memperbincangkan sesuatu, apa si sebenarnya yng dimaksud keduanya itu, HAM dan dan Keadilan? Bagaimana konsepnya? Lalu bagaimana kemudian Islam memandang keduanya?
Dari pertanyaan itulah, kami berinisiatif untuk menyusun makalah ini. Disamping untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf tentunya.

E. Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud hak?
- Apa yang dimaksud kewajiban?
- Apa yang dimaksud keadilan?

F. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf, Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Tarbiyah, IAIN Sunan Ampel Surrabaya.

BAB II
PEMBAASAN

A. Hak
1. Pengertian
Hak dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu. Poedjawijatna mengatakan bahwa yang dimaksud hak ialah semacam milik, kepunyaan yang tidak hanya kepunyaan benda saja, melainkan pula tindakan, pikiran, dan hasil pemikiran itu.
Di dalam al-quran kita jumpai juga kata al-hagg, namun pengertiannya agak berbeda dengan pngertian hak yang dikemukakan di atas. Jika pengertian hak di atas mengacu pada hak memiliki, tetapi hak dalam al-quran bukan itu artinya. Kata memilik yang merupakan terjemahan dari kata hak tersebut di atas dalam bahasa al-quran di senut milik dan orang yang menguasainya disebut malik.
Dalam perkembangan selanjutnya kata al-hagg dalam al-quran digunakan untuk empat pengertian. Pertama, untuk menunjukkan terhadap pelaku yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmah, seperti adanya allah swt disebut al-hagg karena dialah yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmah dan nilai bagi kehidupan. Penggunaan al-hagg dalam arti yang demikian dapat kita jumpai pada contoh ayat yang berbunyi:
      
Kemudian kembalilah kamu sekalian kepada Allah. dialah tuhan mereka yang hak. (QS. Al-an’am, 6:62).
Kedua, kata al-hagg digunakan untuk menunjukkan kepada sesuatu yang diadakan yang mengandung hikmah. Misalnya Allah SWT. Menjadikan matahari dan bulan dengan al-hagg, yakni mengandung hikmah bagi kehidupan . penggunaan kata al-hagg seperti ini dapat dijumpai misalnya pada ayat yang berbunyi:
                         
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak.2 Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
Ketiga, kata al-hagg digunakan untuk menunjukkan keyakinan terhadap sesuatu, seperti keyakinan seseorang terhadap adanya hari kebangkitan dan adanya balasan pahala, siksaan, surga dan neraka. Penggunaan kata al-hagg seperti ini dapat kita jumpai pada contoh ayat seperti:
        
Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman terhadap apa yang mereka perselisihkan dari hag. (QS. Al-baqarah, 2:213).
Keempat, kata al-hagg digunakan untuk menunjukkan terhadap perbuatan atau ucapan yang dilakukan terhadap kadar/porsi yang seharusnya dilakukan sesuai keadaan waktu dan tempat. Penggunaan kata al-hagg yang demikian itu sejalan dengan ayat yang berbunyi:
      
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini,(QS. Al-mu’minun, 23:71).
2. Macam-Macam Dan Sumber Hak
Ada bermacam-macam hak, dalam hal yang demikian ada dua faktor yang menyertainya. Pertama faktor yang merupakan hal (obyek) yang dimiliki atau disebut juga dengan hak obyektif. Kedua, faktor orang (subyek) yang berhak, yang berwenang untuk bertindak menurut sifat-sifat itu, hal yang demikian disebut dengan hak subyektif.
Dalam kajian akhlak, tampaknya hak subyektiflah yang lebih mendapatkan perhatian, yaitu wewenang untuk memiliki dan bertindak. Disebut wewenang bukan kekuatan, karena mungkin saja wewenang (hak) itu tidak dapat dilaksanakan karena ada kekuatan lain yang menghalanginya.
Dilihat dari segi obyek dan hubungannya dengan akhlak. Hak itu secara garis besar dapat dibagi menjadi tujuh bagian, yaitu hak hidup, hak mendapatkan perlakuan hukum, hak mengembangkan keturunan (hak kawin), hak milik, hak mendapatkan nama baik, hak kebebasan berfikir dan hak mendapatkan kebenaran. Semua hak itu tidak dapat digangggu gugat, karena itu merupakan hak asasi yang secara fitrah telah diberikan tuhan kepada manusia, karena yang dapat mencabut hak-hak tersebut adalah tuhan. Selanjutnya jika manusia itu dihukum, atau dirampas harta bendanya, dijajah dan lain sebagainya, bisa saja dibenarkan jika yang bersangkutan melakukan pelanggaran.
Hak asasi dalam manusia itu dalam sejarah dan msyarakat sering mendapat perlakuan secara diskriminatif. Terhadap kelompok satu diberikan kebebasan untuk menyatakan pikiran dan melakukan usahanya di bidang materi, sedangkan pada kelompok yang satu diberiakan kebebasan untuk mnyatakan pikiran dan melakukan usahanya di bidang materi, sedangkan pada kelompok yang lainnya dibatasi dan tidak diberikan peluang untuk berusaha. Berkenan dengab ini maka pada tahun 1948 perserikatan bangsa-bangsa (PBB) mengeleurkan pernyataan kedua tentang hak asasi manusia (declaration of human right). Dalam pernyataan tersebut di kemukakan bahwa hak tersebut berdasarkan atas kemanusaiaan, dan kemanusaiaan itu intinya bertumpu pada budi pekerti. Pernyataan hak asasi ini dapat di katakana merupakan kesdaran umat manusia terhadap nilai kemanusiaannya. Denagn demikian adanya pernyataan tersebut memiliki misi pelaksanaan ajaran moral dan akhlak. Dan disinilah letak hubungan pembahasan masalah hak-hak manusia dan akhlak.
Selanjutnya pada masyarakat yang teratur baik, hak asasi manusia itu dinyatakan dalam bentuk undang-undang yang biasanya merupakan aturan yang umum sekali untuk masyarakat tertentu, baik masalah pidana maupun perdata. Bagi bangsa Indonesia misalnya kita mmiliki undang-undang 1945 yang memuat pasal 16 bab dan 37 pasal. Isi undang-undang yang berhubugan dengan hak asasi manusia salnya hak bernegara, hak bersuara, berusaha, beragama, berpendidkan, perlakuan hokum dan sebagainya. UUD 1945 ini dijiwai nilai-nilai pancasila yang merupakan jiwa falsafah, sumber inspirasi dan sumber moral pada hidup berbangsa dan bernegara. Dengan demikian keberadaan hak asasi manusia yang tercermin dala undang-undang dasar 1945 itu menggambarkan hubungan erat antara hak asasi manusia dengan ajaran moral.

B. Kewajiban
Manusia sebagai makhluk indvidu dan makhluk social, tidak dapat terlepas dai kewajiban.apa yang dilakukan seseorang dapat menyebabkan pola pengaruh pola hubungannya sebagai makhluk social. Pola hubungan yang baik antara individu satu dengan individu yang lain Karena adanya kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi.
Di dalam ajaran islam menekankan atas kewajiban sebagai seorang muslim dengan sesama harus dijalankan. Sebagimana hadist rosulullah SAW. Yang artinya: “perumpamaan orang-orang mukmin dalam cinta kasih dan rahmad hati bagaikan satu badan, apabila satu menferita maka menjalarlah penderitaan itu keseluruh badan sehingga tida dapa tidur dan panas.” (H.R Bukhori muslim).
Di dalam hadist di atas menggambarkan betapa pedulinya islam terhadap hubungan sesama muslim. Sehingga sesama kaum muslim itu mmiliki perasaan terikat dalam ikata ruh keagamaan. Dimana diibaratkan keutuhan suatau badan yang mempunyai ikatan yang utuh.
Ada suatu ajakan terhadap diri manusia supaya menjauhi dan meningalkan sifat takabur. Dan mendekati sifat renda diri dan positif. Rupanya ada hikmah kita mempunyai kewaiban untuk memiliki sifat rendah diri sesama manusia (muslim). Firman Allah dala surat Al-hijr ayat 88:
 •             
“Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman”(Q.S. Al-hijr: 88).
Tatanan dunia matrealistis dapat berakibat negatif, ada khilangan kewajiban antara sesama bagi penganutnya. Rasa kepemilikan kepada harta dapat menutupi nilai-nilai sosial. Pribadi mereka auh tak acuh dan mereka menganggap segalanya dapat dibeli dengan uangnya. Dari kondisi demikian terjadi kesenjangan social dalam bidang ekonomi. Akibat lebih jauh bahwa sebenernya kehidupan ini tidak lepas dari kewajiban sebagai indvidu, social dan pencipta alam semesta ini.
Agama islam berisi aturan-aturan hidup manusia di dunia. Untuk itu dalam ajaran islam juga diatur adanya hak dan kewajiban ini sebagai bukti bahwa islam sangat menjunjung tinggi hak-hak yang dimiliki setiap orang. Sabda rosulullah SAW menyebutkan bahwa hak setiap muslim terhadap muslim lain merupakan dasar yang fundamental bagi seorang muslim yang mempunyai kewajiban terhadap sesama muslim. Apabila betul-betul dan sungguh-sungguh manusia hidup di dunia ini memenuhi petujunjuk ajaran seperti hadist di atas, akan dapat mendatangkan kebahagiaan hidup baik individu, masyarkat dan Negara. Hal itu juga akan dapat mengkondisikan manusia berperiklaku sopan, bak, tumbuh kepedulia sosal, meiliki rasa handar beni, bertindak arif dan bijaksana sebagai manusia.
Manusia sebagai makhluik cipataan Allah juga mempunyai kewajiban terhadapnya kewajiban manusia hanyalah beribadah kepada Allah. hal ini ditegaskan dala firman Allah. surat Adz-Dzariyat: 56
       
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S Adz-Dzariyat: 56)
Prinsip dasar beribadah inilah menjadi kewajiban bagi manusia sebagai makhluk tuhan, penyembahan yang dilakukan oleh manusia, buka semata-mata untuk kepentingan tuhan, namun sebaliknya justru untuk keselamatan dirinya sendiri. Bagi tuhan tidak ada masalah apabila manusia tidak mau melaksanakan kewajiban terhadapnya konsekuensinya sebenarnya terletak pada manusia sebagai mahluk tuhan, sebagaimanapun alasannya, tetap apabila manusia ingin mencari keselamatan, hus mau melaksanakan kewajiba tersebut.
Bukti sejarah, telah menujukkan bahwa manusia bersusah payah mencari tuhannya. Untuk mencar tuhan, nabi Ibrahim pada waktu kecilnya memahai alam. Dengan giat dan bener-benar memperhatikan hubungan Dengan giat dan bener-benar memperhatikan hubungan alam mandapat suatu petunjuk, bahwa semua alam ini ciptaan sang maha pencipta. Proses pencarian tuhan oleh Ibrahim itulah timbul perasaan, bahwa dirinya meiliki kewajiban menyembah (ibadah) kepada Allah. namun proses tersebut terbentur dan diharapkan polemic keluarga (ayahnya. Disinilah benturan kewajiban sebagai anak terhadap orang tua dan kewajiba individu terhadap kholiknya, sehingga manusia harus memilih mana kewajiban yang sebagai hak pribadinya.
Kewajiban adalah suatu tindakan yang harus dilakukan oleh setiap manusia dalam memenuhi hubungan sebagai makhluk individu, social dan tuhan . Kewajiban dapat dibagi tiga macam yaitu:
a. Kewajiban individu (pribadi)
• Masukdnya adalah bahwa individu memiliki kewajiban terhadap dirinya sendiri.
• Contoh, manusia sebagai individu perlu kesehatan untuk memperoleh kesehatan manusia harus dapat memenuhinya dengan cara individu harus berkewajiban menjaga kesehatan badan, bahkan kalau badan kurang sehat, sebgai makhluk individu mengupayakan menyembuhkannya, dengan demikian, dalam rangka memenuhi kewajibannya sebagai idividu perlu berusaha dan tindakan nyata menunjukan apakah seseorang telah memenuhi kewajibannya atau tidak.
b. Kewajiban social( masyarakat)
• Maksudnya adalah bahwa seseorang disamping sebagai individu tetapi juga sekaligus sebagai makhluk social maka keterikatan tersebut menjadikan individu harus sebagai anggota masyarakat. kewajiban ada sebab manusia tidak bisa hidup menyendiri dan masing-massing individu mempunyai kewajiban terhadap individu lain di alam masyarakat, sebagai contoh adalah kewajiban tolong menolong antar sesama manusia. Makhluk social bisa memungkiri tentang kewajiban ini di masyarakat masalah kewajiban bagi individu terhadap sesamanya tetap ada dan masih di perhatikan. Perasaan orang sehat apabila di tolong oleh orang lain yang mempunyai niat baik tentu senang dan terimah kasih. Suasana demikia tida bisa ditutupi sebab kewajiban tolong menolong adalah perbuatan yang di harapkan semua makhluk.
c. Kewajiban makhluk terhadap tuhan
• Maksudnya adalah individu ternyata tidak hanya hidup bersama sebagai makhluk pribadi dan makhluk social tetapi mahluk individu ternyata tidak hanya hidup bersama sebagai pribadi dan makhluk social saja teatpi individu tidak dapat lepas dari penciptanya yaitu tuhan karena dia yang menciptakan dan memlihara alam (termasuk manusia ini) sehingga kewajiban sebagai hamba (ciptaan) hanya ibadah.
• Contoh, individu yang ibadah arti sempit sebagi orang islam adalah berkewajiban sholat namun dalam arti luas ibadah adalah luas artinya apabila semua aktifitas kita niat semua ikhlas baik dan benar dan semata-mata karena mencari ridhoNya.

Selain pembagian diataskewajiban dapat di bagi menjadi dua, yaitu:
1. Kewajiban terbatas, ialah dapat dipertanggungkan kepada orang-orang yang sama, dana tidak berbeda-beda dapat dijadikan undang-undangn negeri, seperti jangan membunuh dan jangan mencuri, dimana orang disampingnya dapat diadakan hukuman-hukuman, bagi orang-orang yang merusaknya. Didalam pembagian ini undang-undang dan akhlak sama-sama mnghendakinya.
2. Kewajiban tak terbatas, dan ini tidak dapat dibuat undng-undang, karena bila dinuatnya, merugikan dengan kerugian yang besar, dan bila tidak dapat ditentukan ukuran mana yang dikehendaki oleh kewajiban ini, seperti kebajikan, padahal kadar yang ini berbeda masa, tempat dan keadaa yang mengelilingi manusia.
Bagian pertama mengandung dasar-dasar kewajiban yang karenanya berwujud masyarakat dan dengan melengahkan kewajiban ini kalang kabutlah keadaan masyarakat. Bagian kedua mengandung kewajiban-kewajiban yang dapat mempertinggi dan memakmurkan masyarakat. Oleh karena itu diktakan bahwa: bagian yang kedua lebih tinggi nilainya dari yang pertama, karean yang pertama dijalankan oleh undang-undang sedangkan yang kedua diperankan oleh suara hati, seperti adil dan kebijakan adil adalah dari bagian yang pertama, dan kepadanya masyarakat menggantungkan dirinya, dan kebajikan adalah bagian kedua, dan ia tidak akan ada sehingga keadilan itu ada. Adil adalah landasan kewajiban dan didirikan diatasnya.
Kewajiban manusia bermacam-macam, maka tiap-tiap keadaan hidup, menentukan kewajiban yang tertentu, manusia di dunia seperti kelas kapal dan tentara bag tip-tiap orang yang mempunyai perbuatan dan dan tiap-tiap perbuatan mengandung kewajiban . Tetapi kewajiban mereka berbeda-beda, karena manusia itu berbeda-beda dilihat dari berbagai sudut:
1. Menurut kekayaan, maka diantara mereka ada yang kaya, ada yang miskin dan ada yang sedang.
2. Menurut tingkat dan derajat seperti raja, bangsawan dan rakyat jelata.
3. Menurut pekerjaan, diantara pekerjaan mereka ada yang dengan pikiran sebagai hakim dan guru, ada pula yang pekerjaanya dengan tangan sperti tukang kayu dan tukang besi, dan lain-lain.
Inilah yang menimbulkan perbedaan kewajiban, apa yang wajib bagi seorang hakim, lain lagi dengan kewajiban bagi rakyat, kewajiban orang kaya lain dengan kewajiban orang miskin. Tiap-tiap manusia bagaimanapun juga, harus menunaikan kewjibannya. Dan hendaknya jangan seorang dari kita memperkecil apa yang diwajibkan kepadanya, karena banyak kewajiban-kewajiban yang besar tergantung pada kewajiban yang kecil-kecil. Seorang penyapu jalan misalnya, tidak dapat dikatakan suatu pekerjaan yang rendah dan hina, karena hidup dan kesehatan orang banyak tergantung pada perbuatannya. Hal itu bukanlah suatu soal mudah karena lepasnya sepotong kayu kecil dari kapal terkadang menjadikannya tenggelam, dan hilangnya paku kecil pada sebuah jam terkadang menyebabkan berhenti dan rusaknya.
C. Keadilan
A. Pengertian Keadilan
Tidak dapat dipungkiri, Al-qur’an meningkatkan sisi keadilan dalam kehidupan manusia, baik secara kolektif maupun individual. Karenanya, dengan mudah kita lalu dihinggapi semacam rasa cepat puas diri sebagai pribadi-pribadi Muslim dengan temuan yang mudah diperoleh secara gamblang itu.
Poedjawijatna mengartikan keadilan sebagai pengakuan dan perlakuan teradap hak yang sah . Sedangkan Al-Qur'an menggunakan pengertian yang berbeda-beda bagi kata atau istilah yang bersangkut-paut dengan keadilan. Bahkan kata yang digunakan untuk menampilkan sisi atau wawasan keadilan juga tidak selalu berasal dari akar kata 'adl. Kata-kata sinonim seperti qisth, hukm dan sebagainya digunakan oleh al-Qur'an dalam pengertian keadilan. Sedangkan kata 'adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (ta'dilu, dalam arti mempersekutukan Tuhan dan 'adl dalam arti tebusan).
Allah SWT. Berfirman bahwa Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl : 90)
Kalau dikatagorikan, ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan keadilan dalam al-Qur'an dari akar kata 'adl itu, yaitu sesuatu yang benar, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan ("Hendaknya kalian menghukumi atau mengambil keputusan atas dasar keadilan"). Secara keseluruhan, pengertian-pengertian di atas terkait langsung dengan sisi keadilan, yaitu sebagai penjabaran bentuk-bentuk keadilan dalam kehidupan. Dari terkaitnya beberapa pengertian kata 'adl dengan wawasan atau sisi keadilan secara langsung itu saja, sudah tampak dengan jelas betapa porsi "warna keadilan" mendapat tempat dalam al-Qur'an, sehingga dapat dimengerti sikap kelompok Mu'tazilah dan Syi'ah untuk menempatkan keadilan ('adalah) sebagai salah satu dari lima prinsip utama al-Mabdi al-Khamsah.) dalam keyakinan atau akidah mereka.
Kesimpulan di atas juga diperkuat dengan pengertian dan dorongan al-Qur'an agar manusia memenuhi janji, tugas dan amanat yang dipikulnya, melindungi yang menderita, lemah dan kekurangan, merasakan solidaritas secara konkrit dengan sesame warga masyarakat, jujur dalam bersikap, dan seterusnya.
Hal-hal yang ditentukan sebagai capaian yang harus diraih kaum Muslim itu menunjukkan orientasi yang sangat kuat akar keadilan dalam al-Qur'an. Demikian pula, wawasan keadilan itu tidak hanya dibatasi hanya pada lingkup mikro dari kehidupan warga masyarakat secara perorangan, melainkan juga lingkup makro kehidupan masyarakat itu sendiri. Sikap adil tidak hanya dituntut bagi kaum Muslim saja tetapi juga mereka yang beragama lain. Itupun tidak hanya dibatasi sikap adil dalam urusan-urusan mereka belaka, melainkan juga dalam kebebasan mereka untuk mempertahankan keyakinan dan melaksanakan ajaran agama masing-masing.
Allah SWT, sebagai berikut :
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah : 8)
Yang cukup menarik adalah dituangkannya kaitan langsung antara wawasan atau sisi keadilan oleh al-Qur'an dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup warga masyarakat, terutama mereka yang menderita dan lemah posisinya dalam percaturan masyarakat, seperti yatim-piatu, kaum muskin, janda, wanita hamil atau yang baru saja mengalami perceraian.
Juga sanak keluarga (dzawil qurba) yang memerlukan pertolongan sebagai pengejawantahan keadilan. Orientasi sekian banyak "wajah keadilan" dalam wujud konkrit itu ada yang berwatak karikatif maupun yang mengacu kepada transformasi sosial, dan dengan demikian sedikit banyak berwatak straktural.
Fase terpenting dari wawasan keadilan yang dibawakan al-Qur'an itu adalah sifatnya sebagai perintah agama, bukan sekedar sebagai acuan etis atau dorongan moral belaka. Pelaksanaannya merupakan pemenuhan kewajiban agama, dan dengan demikian akan diperhitungkan dalam amal perbuatan seorang Muslim di hari perhitungan (yaum al-hisab) kelak. Dengan demikian, wawasan keadilan dalam al-Qur'an mudah sekali diterima sebagai sesuatu yang ideologis, sebagaimana terbukti dari revolusi yang dibawakan Ayatullah Khomeini di Iran. Sudah tentu dengan segenap bahaya-bahaya yang ditimbulkannya, karena ternyata dalam sejarah, keadilan ideologis cenderung membuahkan tirani yang mengingkari keadilan itu
Sebab kenyataan penting juga harus dikemukakan dalam hal ini, bahwa sifat dasar wawasan keadilan yang dikembangkan al-Qur'an ternyata bercorak mekanistik, kurang bercorak reflektif. Ini mungkin karena "warna" dari bentuk konkrit wawasan keadilan itu adalah "warna" hukum agama, sesuatu yang katakanlah legal-formalistik.
D. HUBUNGAN ANTARA HAK, KEWAJIBAN DAN KEADILAN DENGAN AKHLAK


BAB III
PENUTUP

Hak dapat diartikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu. Poedjawijatna mengatakan bahwa yang dimaksud hak ialah semacam milik, kepunyaan yang tidak hanya kepunyaan benda saja, melainkan pula tindakan, pikiran, dan hasil pemikiran itu. Sedangkan kewajiban adalah suatu tindakan yang harus dilakukan oleh setiap manusia dalam memenuhi hubungan sebagai makhluk individu, social dan tuhan. Dan Keadilan merupakan peringkat tertinggi dalam menentukan segala bentuk permasalahan yang ada hubungannya dengan kepentingan orang banyak. Perintah berlaku adil ditujukan kepada setiap orang, tanpa pandang bulu. Kemestian berlaku adil pun mesti ditegakkam di dalam keluarga dan masyarakat muslim itu sendiri, bahkan kepada orang kafir pun umat Islam diperintahkan berlaku adil. Maka hanya dengan menerapkan konsep keadilan yang ideal seperti itu, maka umat Islam pada khususnya akan terbebas dari belenggu perbudakan kaum impratif modern.



DAFTAR PUSTAKA


KOMPAS: Edisi 16 Desember 2004, Membongkar Akar Ketidakadilan Mustafa,H.A..1997. Akhlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia
Nata, Abuddin.2006.Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Poedjawijatna.1982. Etika Filsafat Tingkah Laku.Jakarta: Bina Aksara

No comments:

Post a Comment

About Me